Rabu, 17 Desember 2008

RAKONTEK DEKONSENTRASI

DITJEN BINFAR & ALKES

15 – 17 Desember 2008


DEKONSENTRASI

Adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu.


DANA DEKONSENTRASI

Adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.


MENU WAJIB PROGRAM DEKONSENTRASI:

  • Penyusunan rencana kebutuhan obat
  • Monitoring ketersediaan obat di propinsi/kab/kota
  • Sampling alat kesehtan dan monitoring iklan alat kesehatan yang beredar di masyarakat
  • Biaya operasional instalasi farmasi propinsi dan kab/kota


MENU PILIHAN DEKONSENTRASI SETDITJEN BINFAR & ALKES

  1. Sosialisasi software pelaporan narkotika & psikotropika
  2. Sosialisasi software pelaporan obat di pbf
  3. Pen ingkatan kemampuan dalam pelaksanaan aplkasi sai (sistem akuntansi instansi) yaitu sak (sistem akuntansi keuangan) &simak-bmn (sistem informasi manajemen akuntansi barang milik negara)


SOSIALISASI SOFTWARE PELAPORAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA

  • Kewajiban Depkes untuk member ikan Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika secara periodik ke INCB
  • Ditjen Binfar sudah membuat SoftwarePelaporan Narkotika & Psikotropika
  • Kepatuhan melapor unit pengguna/ pelayanan, Dinkes Kab/Kota & Dinkes Propinsi masih kurang


SOSIALISASI SOFTWARE LAPORAN OBAT DI PBF

  • Perlunya satu sistem informasi pbf yang komprehenship
  • Perlunya pendataan dinamika obat di pbf secara nasional
  • Ditjen binfar sudah membuat software pelaporan pbf


RENCANA PEMBIAYAAN DANA PUSAT DAN DAERAH TAHUN 2009













TUJUAN KONAS :

Menjamin :

  1. Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat esensial
  2. Keamanan, khasiat & mutu obat beredar
  3. Penggunan obat yang rasional






TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN :

  1. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
  2. Memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan bermutu, adil dan merata



LANGKAH-LANGKAH MENJAMIN KETERSEDIAAN OBAT

  1. PEMBIAYAAN OBAT

Sasaran :

masyarakat, terutama yg tidak mampu dapat memperoleh obat esensial setiap saat diperlukan

Langkah kebijakan :

    1. Penetapan target pembiayaan obat sektor publik secara nasional (anjuran who usd 2,0/orang/tahun)
    2. Mengembangkan mekanisme pemantauan pembiayaan obat sektor publik di daerah
    3. Pemerintah menyediakan anggaran obat utk program kesehatan nasional
    4. Pemerintah menyediakan dana buffer stock nasional utk kepentingan penanggulangan bencana & memenuhi kekurangan obat di kabupaten/kota
    5. Pemerintah daerah menyediakan anggaran obat cukup yg dialokasikan dari dau
    6. Skema jpkm & sistem jaminan pemeliharaan kes lainnya harus menyelenggarakan pelayanan kes ehatan paripurna
    7. Retribusi yg mungkin dikenakan kpd pasien di puskesmas, merupakan alat “serta bayar” & tdk ditujukan sbg sumber pendapatan
    8. Utk menghadapi keadaan darurat, pemerintah dapat menerima bantuan dari donor yang sifatnya hanya sebagai pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan harus mengikuti kaidah internasional maupun ketentuan dalam negeri

  1. KETERSEDIAAN & PEMERATAAN OBAT

Sasaran :

obat yg dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, terutama obat esensial senantiasa tersedia di seluruh wilayah indonesia

Langkah kebijakan :

    1. Memberikan insentif utk produksi obat jadi & bahan baku dlm negeri tanpa menyimpang dari & dgn memanfaatkan peluang yang ada dlm perjanjian wto
    2. Menunjang ekspor obatà mencapai skala produksi yg lebih ekonomis -à menunjang perkembangan ekonomi nasional
    3. Mendorong kerjasama regional dlm rangka perdagangan obat internasional utk pengembangan produksi dalam negeri
    4. Menunjang pengembangan & produksi fitofarmaka dari sumber daya alam sesuai dgn kriteria khasiat & keamanan obat
    5. Peningkatan efektivitas & efisiensi distribusi obat melalui regulasi yg tepat
    6. Mendorong pelayanan kefarmasian melalui peningkatan profesionalisme tenaga farmasi

  1. KETERJANGKAUAN OBAT

Sasaran :

harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat

Langkah kebijakan :

    1. Peningkatan penerapan konsep obat esensial & program obat generik
    2. Pemerintah melaksanakan evaluasi harga secara periodik dengan membandingkan harga acuan int’l dgn mengikuti metoda standar int’l terkini
    3. Memanfaatkan pendekatan farmakoekonomik di upk untuk meningkatkan efisiensi
    4. Pengendalian harga jual pabrik
    5. Mengembangkan sistem informasi harga obat bagi masyarakat
    6. Mengembangkan sistem pengadaan obat sektor publik dengan menerapkan prinsip pengadaan dlm jumlah besar / pengadaan bersama
    7. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial
    8. Melakukan kebijakan pengaturan harga obat untuk menjamin keterjangkauan harga obat

  1. SELEKSI OBAT ESENSIAL

Sasaran :

diterimanya secara luas daftar obat esensial nasional (doen)

Langkah kebijakan :

    1. Pemilihan obat esensial harus terkait dengan pedoman terapi / standar pengobatan yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaik
    2. Seleksi obat esensial dilakukan melalui penelaahan ilmiah yg mendalam & pengambilan keputusan yg transparan dgn melibatkan para farmasis, farmakolog, klinisi & ahli kesehatan masyarakat
    3. Revisi doen dilakukan secara periodik paling tidak setiap 3-4 thn dgn melalui proses pengambilan keputusan yg sama
    4. Penyebarluasan doen kpd sarana pelayanan kesehatan sampai daerah terpencil, baik dlm bentuk tercetak maupun elektronik

Selasa, 18 November 2008

PERS RELEASE HIMBAUAN AGAR APOTIK IKUT MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH MELALUI PENYEDIAAN OBAT GENERIK

Obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan.

Mengacu kepada kebijakan obat nasional (KONAS) Th 2006, yang mengamanatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai derajat masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk meningkatkan pemerataan penyebaran obat dan meningkatkan keterjangkauan oleh masyarakat, salah satu strategi yang ditempuh oleh Dep.Kes. adalah Pemasyarakatan Obat Generik Berlogo (OGB). OGB adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan International Non-propietery names (INN) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Untuk meningkatkan ketersediaan OGB baik jenis maupun produsen nya dari tahun 1989 terus meningkat.

Pada saat ini selain 4 BUMN telah diikut sertakan 27 industri farmasi yang memenuhi persyaratan telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memproduksi Obat Generik Berlogo. Untuk menjamin kontinuitas penyediaan bagi masyarakat telah dihimbau Apotik untuk dapat menyediakan Obat Generik Berlogo secara cukup jumlah dan jenisnya dan akan ditingkatkan lagi pada tahun yang akan datang.

Mengingat memasyarkatkan penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) tidak dapat terlepas dari tenaga kesehatan lainnya, terutama penulis resep, dengan meresepkan obat generik berarti telah meringankan bagi pengobatan pasien. Apotik sebagai sarana kesehatan mempunyai tanggung jawab sosial juga untuk dapat meringankan pengobatan pasien dengan menyediakan obat generik yang dibutuhkan, walaupun penyediaan obat generik di apotik tidak diwajibkan seratus persen sesuai Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002 dimana disebutkan apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Kecuali bagi sarana kesehatan pemerintah seperti Rumah Sakit Pemerintah dan Puskemas yang wajib meresepkan dan menyediakan obat generik sesuai Daftar Obat Esensial Nasional yang berupa Obat Generik Berlogo.

Sampai tahun 2008 Obat Generik Berlogo sesuai dengan kepmenkes 302/Menkes/SK/III/2008 berjumlah 455 jenis. Dengan Jumlah Apotik di Provinsi Kepri sejumlah 125 buah, diharapkan ikut bersama-sama pemerintah mensukseskan memasyarakatkan penggunaan obat generik berlogo dengan menyediakannya di apotik dan melaporkannya ke dinkes kab/kota secara rutin dan semakin ditingkatkannya peresepan dengan penggunaan obat generik berlogo. Dan pasien dapat meminta kepada dokter agar dapat diresepkan obat generik berlogo sepanjang sesuai dengan pertimbangan medisnya.
EVALUASI KEGIATAN 2008 & RENCANA KEGIATAN 2009
SUB DIT FARMASI KOMUNITAS
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALKES
DEPKES RI
(BANDUNG, 13 – 15 NOVEMBER 2008)


KEGIATAN TAHUN 2008

= PILOT PROJECT PELAKSANAAN PELAYANAN KEFARMASIAN OLEH APOTEKER DI APOTEK (SUMATERA UTARA, DIY DAN BALI)

LATAR BELAKANG
1. Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian :
2. drug oriented à patient oriented
3. Belum optimalnya pelayanan kefarmasian di apotek
4. Indikator Dit. Binfarkomnik terkait 17 sasaran Depkes (sasaran 9) untuk Farmasi Komunitas tahun 2009, 50 % Apotek melaksanakan Pelayanan Informasi Obat ( PIO)

TUJUAN
Terlaksananya Pelayanan Kefarmasian oleh apoteker di apotek yang menjadi percontohan di wilayahnya

RUANG LINGKUP
Aktivitas Pelayanan Kefarmasian di Apotek percontohan :
1. Melakukan Skrining Resep :
4Kelengkapan Administratif
4Kesesuaian farmasetik
4Pertimbangan klinik
2. Menyusun PROTAP untuk setiap pelayanan kefarmasian
3. Melaksananakan Pelayanan Informasi Obat
4. Konseling terutama untuk pasien dengan pengobatan jangka panjang dan lanjut usia
4Pasif
4Aktif

5. Melakukan Swamedikasi
6. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
7. Melakukan Survei dan evaluasi Kepuasan Konsumen
8. Dokumentasi Pelayanan Kefarmasian

Kendala yang dihadapi
8 Motivasi Apoteker kurang

8 Materi pelatihan masih kurang dalam bentuk praktek
8 Belum optimalnya keterlibatan Dinkes Propinsi, Dinkes Kota dan PD ISFI dalam pembinaan kepada apotek percontohan

Saran dan harapan
1. Perlunya pembinaan yang optimal dari Dinkes Propinsi, Dinkes Kota dan PD ISFI dalam :
4Peningkatan motivasi apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di apotek percontohan
4Fasilitasi pertemuan secara berkala antara peserta pilot project
2. Perlu pemantauan dari Dinkes kota dalam pembuatan dan pengiriman laporan triwulan tentang perkebangan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek percontohan


= PENYUSUNAN BUKU SAKU TENTANG PENYAKIT MALARIA, PATIENT SAFETY DAN PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH (HOME PHARMACY CARE)

= PENYUSUNAN MODUL DAN PELAKSANAAN TOT PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

RENCANA KEGIATAN TAHUN 2009

1. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian oleh apoteker di apotek ( riau, kalbar, NTB)
8 RTD, pertemuan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

2. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas
8 RTD, pertemuan di provinsi (jabar, jatim, sulsel), monitoring dan evaluasi.

3. Pengembangan software pelayanan informasi obat
8 Expert meeting, penyusunan data base, pengembangan software informasi obat.

4. Penyusunan buku saku pelayanan kefarmasian untuk pasien : kanker, epilepsi, vaksin dan imunisasi.

5. Penyusunan buku informasi obat yang membutuhkan perhatian khusus

Selasa, 04 November 2008

PERTEMUAN JEJARING PENGAWASAN PANGAN TERPADU
SE-PROVINSI RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
28 – 29 OKTOBER 2008

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru mempunyai wilayah kerja pengawasan yang meliputi seluruh wilayah provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau.

Pelaksanaan pengawasan produk pangan olahan di provinsi Riau dan provinsi Kepulauan Riau

Hasil pemeriksaan terhadap sarana produksi/distribusi, iklan, maupun label pangan yang dilakukan oleh BBPOM Pekanbaru selama tahun 2007 sampai dengan September 2008, masih terdapat beberapa item yang tidak memenuhi standard, seperti:

  • Distribusi pangan tanpa izin edar
  • Tidak memiliki izin produksi
  • Makanan yang kadaluarsa (expired)
  • Daging kaleng produk luar yang dilarang beredar
  • Kebersihan dan lingkungan produks yang kurang baik
  • Mencantumkan tulisan halal tanpa izin
  • Tidak memenuhi syarat label
Terhadap ketidaksesuaian ini telah dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan, peringatan, dilaporkan ke Badan POM untuk sarana/distribusi produk yang tidak sesuai, sedangkan untuk produk yang rusak/kadaluarsa telah dilakukan pengamanan/pemusnahan.

Selain itu juga ada beberapa kegiatan khusus tahun 2008, antara lain:
  1. Pengawasan terhadap Keju Mozarella tercemar Dioksin
    Dilakukan pemeriksaan terhadap 23 sarana distribusi pangan, tetapi
    tidak ditemukan produk Keju Mozarella yang diimpor/diproduksi dari Italia.
  2. Pengawasan terhadap Parsel lebaran
    Dari 121 sarana yang diperiksa terdapat 34 sarana yang menjual parsel. Dan dari 34 sarana tersebut ada 12 sarana yang tidak memenuhi standard yaitu pangan/produk yang tidak terdaftar. Sebagai tindak lanjut, pangan/produk yang tidak terdaftar tersebut telah dikeluarkan dari dalam parsel dan dimusnahkan.
  3. Pengawasan terhadap Produk China yang mengandung Melamin
    Untuk daerah Provinsi Riau tidak ditemukan produk China yang mengandung Melamin, tetapi untuk Provinsi Kepulauan Riau ditemukan pada sarana :
  • Oreo wafer sticks ML 827109002450 ktk/324 g, Diproduksi oleh Nabisco Food Co Ltd 51 Baiyu Road, Suzhou Industrial Park, Jiangsu, China
  • Oreo wafer sticks ML 227109001450 Bks/90 g, Diproduksi oleh Nabisco Food Co Ltd 51 Baiyu Road, Suzhou Industrial Park, Jiangsu, China

  • Dutch lady strawberry Btl/450 ml, Distributed in Singapore by : Friesland (S) Pte Ltd 61, Quality Road Singapore 618818

  • Dutch lady produksi Singapura
    Terhadap produk-produk ini telah dilakukan pengamanan ditempat untuk dimusnahkan.
Dari pertemuan ini dihasilkan beberapa kesepakatan, antara lain:

  • Perlu peningkatan koordinasi antar instansi terkait melalui jejaring pengawasan pangan terpadu tuntuk melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi syarat.

  • Perlu dibangun strategi dan program dalam jejaring pengawasan pangan terpadu yang mencakup inventarisasi dan implementasi peraturan perundang-undangan di bidang pangan serta sistem informasi yang dapat memfasilitasi pertukaran informasi produk pangan antar instansi terkait.

  • Perlu dibuat suatu kesepakatan (MoU) mengenai petunjuk pelaksanaan tentang koordinasi pengawasan dan penindakan terhadap peredaran produk pangan khususnya pangan impor illegal.

  • Untuk mengoperasionalkan jejaring pengawasan pangan, masing-masing instansi terkait perlu meningkatkan pemberdayaan tenaga-tenaga kab/kota yang terlatih (DFI, PKP dan KLB) dalam pelaksanaan program keamanan pangan di masing-masing daerah.

  • Komitmen dari pemerintah dalam penganggaran dana pengawasan keamanan pangan secara konsisten dan berkelanjutan merupakan hal penting untuk keberhasilan pelaksanaan program keamanan pangan.

Harapan kita, makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat aman, bersih dan sehat.

Rabu, 01 Oktober 2008

Sabtu, 27 September 2008

SOSIALISASI SISTEM DINAMIKA OBAT PBF

SE-PROPINSI KEPULAUAN RIAU

BATAM, 25 SEPTEMBER 2008


Sebagai PBF (Pedagang Besar Farmasi) ada beberapa kewajiban yang harus diikuti, salah satunya adalah melaporkan Data Distribusi obat ke pihak-pihak terkait, antara lain ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri Kesehatan setiap 3 bulan sekali. Selama ini pihak PBF biasanya melaporkan distribusi obat tersebut melalui dokumen hardcopy yang di kirimkan lewat pos, yang biasanya dalam jumlah yang tidak sedikit. Sistem ini dinilai tidak efisien, oleh karena itu pihak Depkes telah membuat sebuah sistem pelaporan secara online, dimana PBF hanya mengirimkan laporan distribusi obat dalam bentuk file softcopy ke Dinas Kesehatan Provinsi, yang kemudian akan diolah/import oleh bagian Farmamin Kepri untuk dikirimkan juga dalam bentuk file softcopy ke Depkes.


Kegiatan ini dihadiri oleh semua PBF se-provinsi Kepri, dengan narasumber dari pusat (Depkes) Bapak Heri Radison dan Rullyanto. Para peserta membawa laptop sehingga dapat dipraktekkan langsung cara pengisian format-format yang telah distandardkan. Selain itu juga di presentasikan bagaimana laporan yang dikirim PBF itu akan diolah oleh Dinkes Provinsi, sehingga dapat meyakinkan PBF bahwa apa yang dilaporkan itu sangat berguna untuk melihat bagaimana pendistribusian/pemakaian obat yang ada di provinsi Kepri.

RAPAT KOORDINASI DAN EVALUASI PELAYANAN KEFARMASIAN

SE-PROPINSI KEPULAUAN RIAU

BATAM, 23 – 25 SEPTEMBER 2008


Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan guna membahas rencana kebutuhan obat untuk tahun depan di tiap kabupaten/kota se-provinsi Kepulauan Riau. Untuk itu Rapat koordinasi ini telah diadakan di batam dan dihadiri oleh para peserta dari kab/kota se-provinsi Kepri, dengan nara sumber dari Depkes Bapak Taufik.


Selain itu pada kesempatan ini juga diadakan sosialisasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) kepada peserta dari kab/kota, SIPNAP ini sangat berguna untuk kecepatan dan keakuratan pelaporan. Sebelumnya SIPNAP ini telah ada, namun aplikasinya hanya ada di tingkat provinsi, karena itu sistem yg sebelumnya dianggap kurang efektif dan efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama dari pengiriman masing-masing unit pelayanan ke kab/kota, kemudian dari kab/kota ke provinsi dan dari provinsi ke pusat.

Oleh karena itu pihak Depkes telah mengembangkan sistem ini dan telah disosialisasikan ke semua provinsi pada tanggal 21-25 Juli 2008 yang lalu. Untuk menindaklanjuti kesepakatan pada saat itu, maka diputuskan untuk segera mensosialisasikan SIPNAP yg terbaru ke kab/kota sehingga diharapkan pada akhir bulan Oktober 2008 sudah dapat diimplementasikan.

Senin, 15 September 2008

Silaturahmi seksi Farmamin

Minggu, 7 September 2008 adalah minggu pertama di bulan puasa ini yang juga hari yg kami pilih untuk silaturahmi bersama saat buka puasa. Acara ini khusus buat seksi Farmamin Kepri dan keluarga. Restoran sederhana yg terletak di tepi laut tanjungpinang menjadi tempat pilihan kami, karena indahnya pemandangan sunset/langit jingga dari lantai 2 restoran ini. Dengan adanya acara buka bersama ini diharapkan hubungan kekeluargaan antara Farmamin Kepri semakin dekat.







NB: mohon maaf buat yg fotonya nggak muncul di postingan ini

Sabtu, 30 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan 1429 H

Menurut penanggalan kalender Hijriah, 2 hari lagi adalah Bulan Ramadhan, bulan dimana umat muslim sedunia wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.

Jadi pada hari ini segenap staff Dinas Provinsi Kepulauan Riau mengadakan acara pengajian dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan sekaligus memanfaatkan moment ini sebagai tempat untuk saling bermaaf-maafan semoga segala kesalahan, kealpaan, khilaf dan sakit hati yang pernah ada dapat termaafkan dan kita dapat berpuasa dengan kesucian hati.


"maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan..."

teringat ayat ini terus berulang di Ar-Rahman...
teringat kelemahan diri akan segala khilaf dan salah...
semoga Ramadhan ini membawa perbaikan, dan kesejukan...

seperti layaknya embun di pagi hari
berkilau tertimpa cahya mentari...
semoga di masa mendatang terus dianugrahi kebeningan hati...
seperti layaknya telaga Kautsar..

Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati serta keikhlasan dengan semua kekhilafan dan kelalaian yang pernah kami lakukan

baik secara langsung maupun lewat dunia maya,
Jauh didalam hati yang senantiasa didalam genggaman Allah,

Kami dari Farmamin Kepulauan Riau, mengucapkan
Marhaban Ya Ramadhan
Mohon
maaf lahir & bathin.

Senin, 25 Agustus 2008

Workshop Implementasi Form Pemeriksaan Sarana Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan KesehatanRumah Tangga

Surabaya, 19 s/d 22 Agustus 2008


Alat kesehatan dan PKRT beragam dari yang alat canggih yang biasanya digunakan oleh ahlo pelayanan kesehatan profesional hingga alat yang sederhana yang sering digunakan oleh masyarakat umum. Alkes dan PKRT memiliki peran penting dalam kualitas pelayanan kesehatan. Penggunaan Alkes dan PKRT yang tidak aman dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan pasien, pengguna dan masyarakat.

Dalam rangka peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia Petugas Pusat dan Provinsi Seluruh Indonesia dibidang Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) maka dilakukan workshop implementasi form pemeriksaan sarana produksi alkes dan perbekkes.

Dasar Hukum yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan Sarana Produksi Alkes dan PKRT adalah sebagai berikut:

  1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
  2. Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.
  4. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
  5. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
  6. 6. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.
  7. Keputusan Presiden No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
  8. Permenkes No. 96/Menkes/Per/V/1977 tentang Wadah, Pembukus, Penandaan serta Periklanan Kosalkes.
  9. Permenkes No. 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
  10. Kepmenkes No.200/Menkes/SK/II/1995 tentang Cara Produksi Alkes Steril Sekali Pakai yang Baik.
  11. Kepmenkes No. 1277/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
  12. Kepmenkes RI No. 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pengelolaan Pestisida.

Workshop dilakukan dengan menggunakan pengajar dari consultan manajemen mutu PT. Global Certification sebagai pengembang sistem manajemen mutu ISO 90001:2006, ISO 13485: 2003, OHAS 18001, HACCP, QS-9000, SQF 2000, IMS dan GMP di Indonesia.

Peserta diajarkan mengenai pedoman-pedoman Audit Manajemen Mutu pada sebuah perusahaan produksi alat kesehatan dan perusahaan PKRT sebagai dasar rekomendasi perpanjangan izin produksi alat kesehatan dan PKRT yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Peserta dipaparka mengenai dasar-dasar menjadi auditor manajemen mutu, mampu mengevaluasi form-form dan memberikan laporan observasi hasil temuan di sarana produksi alkes dan PKRT.

Audit merupakan proses sistematis, independen dan terdukumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan sejauh mana kriteria audit yang telah terpenuhi. Bukti audit adalah catatan, pernyataan fakta atau informasi lain yang relevan dengan kriteria audit dan dapat diverifikasi. Kriteria audit adalah kebijakan, prosedur atau persyaratan yang dipakai sebagai sebagai rujukan.

Peserta bersama dengan panitia berkesempatan belajar langsung mengaudit di beerapa sarana produksi alkes dan PKRT di perusahaan PT. Beirsdorf Indonesia, PT. Otsuka Indonesia dan PT. Walet Kencana Perkasa. Dengan berpedoman prinsip-prinsip audit sebagai berikut:

  1. Etika pelaksanaan audit yang profesional.
  2. Penyampaian audit yang jujur.
  3. Profesionalisme yaitu pelaksanaan audit dengan cermat dan adil.

Hasil audit audit dari masing-masing perusahaan dimasukkan kedalam form-form yang telah ditentukan dimana temuan-temuan dipaparkan ke pihak perusahaan untuk didiskusikan bersama.

Diharapkan pada saat revisi Permenkes No. 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga diterbitkan maka prosedur audit sarana produksi dan distribusi alkes telah dapat diimplementasikan di daerah, sebagai bentuk bimbingan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT.

Selasa, 12 Agustus 2008

PEMUTAKHIRAN DATA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

TAHUN ANGGARAN 2008

YOGYAKARTA, 7-9 Agustus 2008


Pembagian peran dalam pengelolaan data di Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang berperan dalam Clearence Centre data sedangkan Unit Utama memiliki peran strategis dalam hal input data dan informasi. Untuk Ditjen Binfar Alkes bertanggungjawab dalam hal input data kefarmasian dan alkes.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Ditjen Binfar dan Alkes melalui Sekretariat Ditjen melaksanakan kegiatan berkaitan dengan data dan informasi kefarmasian dan alat kesehatan dengan membuat jejaring dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan/Kota sebagai sumber data kefarmasian dan alat kesehatan.


Dalam rangka meningkatan validitas data/informasi kefarmasian dan alat kesehatan serata memperkecil adanya kesalahan yang timbul, maka perlu dilakukan pemutakhiran data secara berkala sehingga didapatkan data yang akurat. Data yang sudah diolah menjadi berbagai informasi tentunya dapat digunakan untuk mengambil keputusan dan advokasi kepada pihak-pihak yang terkait.


Adapun tujuan pemutakhiran data ini adalah:

  1. Meningkatkan accesibilitas dan sharing data dan informasi di setiap tingkatan administrasi kesehatan mulai dari Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes.
  2. Meningkatkan Kemampuan Pejabat dan staf pengelola data di setiap administrasi kesehatan dalam mengkompilasi dan mengakomodasi data secara akurat.
  3. Memudahkan penelusuran ulang (retrieving) untuk mengetahui perkembangan data/informasi yang terbaru dan cepat.

Acara ini dibuka oleh ibu Sesditjen Binfar Alkes Dra. Meinarwati, Apt, M.Kes., diawali laporan ketua panitia penyelenggara yang disampaikan oleh Bapak Heri Radison, SKM, MKM dan acaranya ini dihadiri oleh 33 perwakilan pengelola data seluruh Indonesia.



Adapun yang menjadi narasumber antara lain:

  1. Kepala Pusdatin Depkes RI
  2. Depkominfo RI
  3. Pakar Informasi Universitas Indonesia
  4. Pemaparan pengelolaan data oleh 3 provinsi yaitu Provinsi Kepri, Jawa Timur dan Sulawesi Utara.

Senin, 04 Agustus 2008

PERTEMUAN WORKSHOP LOGISTIK TB

DI PALEMBANG, SUMSEL 21-26 JULI 2008


Obat merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling nyata dan paling dirasakan oleh pasien yang berkunjung ditempat yang menyediakan fasilitas kesehatan. Untuk itu tidak boleh ada hambatan bagi pasien untuk mengakses obat yang dibutuhkan.

Penyakit TB merupakan penyakit kemiskinan, dan terkait dengan kesejahteraan masyarakat dan penyakit penyebab kematian yang menempati urutan kedua setelah HIV. Workshop Logistik TB ini mempertemukan Instalasi Farmasi dan P2PL yang merupakan dua komponen utama dalam hal pengadaan obat serta pendistribusian obat TB yang cukup dan dapat dionsumsi oleh pasien TB dari tingkat Provinsi hingga ke UPK.

Berbagai topik serta kebijakan yang dibahas dalam pertemuan yang dilaksanakan 6 hari ini. Sasaran utamanya adalah terbentuknya koordinasi antara pihak IF dan P2PL untuk Pengelolaan Obat Program khususnya obat TB. Serta mensosialisasikan Sistem Satu Pintu (One Gate Policy) di tingkat Provinsi, Kab/Kota.


Diperlukan sebuah system yang solit untuk membentuk kebijakan One Gate Policy ini. Komitmen untuk menjalankan misi ini harus disepakati bersama antara Instalasi Farmasi dan pihak Program. Koordinasi antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program di tiap tingkatan harus senantiasa dibangun agar komunikasi tetap terjalin. Kepercayaan diantara satu dan yang lain perlu dibina. Keterbukaan (transparansi) tentang segala sesuatu yang diupayakan agar segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya. Serta adanya kerja sama antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program.


SIKLUS PENGELOLAAN OBAT

Sistem pengelolaan obat program (TB) harus dibuat seperti hal nya pengelolaan obat buffer yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Dalam hal ini dibutuhkan koordinasi dari pihak program.

  1. Perencanaan
  2. Pengadaan
  3. Penyimpanan
  4. Distribusi
  5. Pencatatan pelaporan


KEUNTUNGAN ONE GATE POLICY

Dari hasil pertmuan sebelumnya di Bandung, telah dibuat modul logistik untuk obat TB (OAT) sehingga dapat disosialisasikan di setiap tingkatan sehingga sistem satu pintu ini dapat terlaksana. Berikut merupakan keuntungan One gate Policy :

    1. Obat dan Perbekkes dikelola oleh tenaga terlatih (Apoteker, Asisten Apoteker).
    2. Obat dan Perbekkes disimpan dan dikelola Instalasi Farmasi/ IFK.
    3. Fasilitas penyimpanan obat dan Perbekkes dipusatkan di Kab/Kota.
    4. Pencatatan & Pelaporan dapat terlaksana dengan baik.
    5. Menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
    6. Dapat mengoptimalkan tim perencanaan obat terpadu.
    7. Pemegang program lebih fokus pada surveilence sehingga terjadi peningkatan cakupan program.


SISTEM PERENCANAAN OBAT TERPADU

Langkah awal adalah perencanaan, dasar hukum :

  • Daftar obat dan harga yang diadakan oleh pemerintah bersumber APBN diatur melalui KEPMENKES No. 302 / Menkes / SK / III / 2008 Tanggal 26 Maret 2008 tentang Obat Generik.
  • Daftar Obat Generik dan harga yang dikelola oleh PT. Askes untuk pengobatan pasien Askes dan Jamkesmas.
  • Pemberian gratis Obat Anti Tuberkulosis (TB) dan Anti Retro Viral (HIV / AIDS) diatur melalui KEPMENKES No. 1190 / Menkes / SK / X / 2004 Tanggal 19 Oktober 2004.

PEMBENTUKAN TIM PERENCANAAN OBAT TERPADU

Dengan adanya tim perencanaan obat terpadu, diharapkan informasi yang akurat serta kerja sama antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program.

  1. Perencanaan obat
  2. Ketersediaan obat di tingkat Kab/Kota
  3. Distribusi obat dari pusat hingga ke UPK
  4. Anggaran yang dibutuhkan (APBN/APBD, dll)
  5. Sistem pencatatan dan pelaporan
  6. Monitoring dan evaluasi
  7. Rencana tindak lanjut


HASIL KESEPAKATAN :

  1. Seluruh provinsi akan melaksanakan kebijakan pengelolaan obat satu pintu.
  2. Provinsi dan kabupaten/kota akan membentuk tim Perencanaan Obat Terpadu.
  3. Untuk melaksanakan kebijakan obat satu pintu akan dilakukan sosialisasi dan pelatihan bagi petugas pengelola obat (IF) dan pengelola program TB tingkat kabupaten/kota.
  4. Sistem distribusi OAT yang dipakai mengutakaman distribusi aktif dengan menggunakan jasa PT.POS sesuai dengan MOU PT.POS dengan Binfar, pada kondisi tertentu dapat dilakukan sistem distribusi pasif.
  5. Relokasi OAT antar UPK akan difasilitasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan antar Provinsi difasilitasi oleh Pusat, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  6. Untuk laporan stok OAT setiap triwulan akan menggunakan format TB 13 dari hasil Pelatihan TOT di Bandung.
  7. Kegiatan pencatatan, penerimaan, pengeluaran, penyimpanan, pengiriman dan pelaporan OAT dilakukan oleh Instalasi Farmasi Kab/Kota & Provinsi yang dikoordinasikan dengan Pengelolaan Program TB.
  8. Mekanisme pelaporan dilakukan oleh Instalasi Farmasi Kab/Kota ke Instalasi Provinsi dengan tembusan ke program TB Provinsi sebelum tanggal 10 bulan pertama triwulan berikutnya. Selanjutnya Instalasi Farmasi Provinsi melakukan rekapitulasi dan melaporkannya ke Binfar dengan tembusan ke Subdit TB sebelum tanggal 15 bulan pertama triwulan berikutnya.
  9. Supervisi, Monitoring dan Evaluasi OAT dilaksanakan berkoordinasi dengan program terkait dengan dana dari APBD I, APBD II, dekon, dan GF.
  10. Untuk memenuhi kekurangan OAT oleh daerah, perlu adanya surat edaran dari pusat ke masing-masing Provinsi, Kabupaten/Kota.
  11. Dalam pengadaan OAT expired date (tanggal kadaluarsa) minimal 18 bulan pada saat diterima di Kabupaten/Kota.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kebijakan Pengelolaan Sistem Satu Pintu (One gate Policy) perlu disosialisasikan dari mulai Pusat, Provinsi, Kab/Kota serta perlunya dukungan dari berbagai pihak, dan diadakan pelatihan pengelolaan logistik TB bagi wasor Kab/kota dan Pengelolaan Obat di Kab/Kota.

Perencanaan terpadu untuk pengadaan obat TB perlu dilakukan dengan membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu yang dimulai dari pusat, pihak Instalasi Farmasi dan pihak program di Provinsi, Kab/Kota dan pihak lain yang berkompeten.

Pencatatan dan pelaporan ketersediaan logistik OAT dan non OAT harus dilakukan berdasarkan waktu yang telah disepakati.

Diperlukan adanya 5 K untuk mencapai hasil yang maksimal :

  1. Komitmen
  2. Kepercayaan
  3. Keterbukaan
  4. Koordinasi
  5. Kerja sama