Rabu, 30 Juli 2008

The 8th Meeting of The ACCSQ Product Working Group on Medical Device

16 – 17 July 2008, Bali, Indonesia


Rapat ke-8 ACCSQ Product Working group on Medical Device dilakukan dengan tujuan mempersiapkan kesiapan Negara ASEAN dalam menghadapi ASEAN Global Harmonization pada tahun 2010. Harmonisasi alat kesehatan di wilayah ASEAN merupakan tantangan bagi industri alat kesehatan di Indonesia untuk berupaya meningkatkan standar mutu dari hasil produksi alat kesehatannya. Kelak di tahun 2010, semua alat kesehatan di regional ASEAN akan mempunyai standar mutu yang sama, sehingga terbentuk persaingan usaha yang sehat.

Harmonisasi global ini telah dibentuk suatu gugus tugas sebelumnya, yaitu Global Harmonization Task Force (GHTF) yang bertujuan untuk mendorong konvergensi produk tingkat global, dalam upaya sistem regulasi alat kesehatan, memfasilitasi perdagangan yang disesuaikan dengan proteksi regulasi kesehatan umum di masing-masing Negara yang paling sesuai dan cocok.

Adapun agenda utama dari pertemuan ke-8 mengenai ACCSQ-MDPWG adalah sebagai berikut:

  1. Adoption of Agenda
  2. Busines Arrangement
  3. Updates on recent developments in economic integration and 31st ACCSQ Meeting
  4. Follow up from 7th MDPWG Meeting and the 2nd head of delegation
  5. Assessment the common submission dosier template
  6. IVD Classification
  7. Medical Device Technical Committee
  8. Formalization of a post marketing alert system for defective and unsafe medical devices
  9. Technical assistance and cooperation with dialogue partners
  10. other matters
    • formation of ASEAN Medical Device Industry Association
    • Use of GMDN in ASEAN member status

  1. work programme
  2. Date and venue of next meeting
  3. Adoption of report

Pertemuan ini dihadiri oleh Sekretariat ASEAN, Depkes RI Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Delegasi regulator dari negara ASEAN, regulator daerah, kalangan industri dalam negeri dan luar negeri, dan Gakeslab.

Acara dibuka oleh Ibu Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Mrs Shirley Ramesh, Senior officer, ASEAN Secretariat as Chair of ASEAN ACCSQ Medical Device Product Working Group dan Mr. DR. Bambang Setiadi, Kepala Badan Standarisasi Nasional Indonesia.

PELATIHAN PENGELOLAAN OBAT SE-KABUPATEN NATUNA

DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA

KAB. NATUNA TH 2008

25-27 Juli 2008


Pelatihan pengelolaan obat di daerah kepulauan dan perbatasan dirasakan sangat perlu mengingat kondisi geografis Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan daerah kepulauan dan perbatasan. Oleh sebab itulah pelatihan pengelolaan obat daerah kepulauan dilakukan di Kabupaten Natura yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Natuna dan Keluarga Berencana.


Untuk mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan koalitas pelayanan khususnya pelayanan kefarmasian sebagai komponen yang tidak terpisahkan dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat, maka ditetapkan landasan kebijakan yaitu:

  1. Kebijakan pembangunan kesehatan di daerah kepulauan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan rencana pembangunan kesehatan secara keseluruhan.
  2. Pembangunan kesehatan di daerah kepulauan dilakukan secara bertahap, terpadu dan berkesinambungan.
  3. Status sarana pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) di daerah kepulauan ditingkatkan menjadi puskesmas perawatan.
  4. Pemerintah menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat, serta perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
  5. Pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat di daerah kepulauan dibantu pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
  6. Sarana pelayanan kesehatan pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin agar masyarakat mendapat pengobatan yang rasional.
  7. Pengembangan program kesehatan dengan melibatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah Daerah, lintas sektor dan swasta.

Pelatihan dibuka oleh kepala bagian tata usaha Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Natuna. Dan narasumber dari Depkes RI yaitu Direktur Bina Obat dan Perbekalan Kesehatan Bpk. Drs. Purwadi, MM, ME, Apt dan Bpk. Drs. Muh. Taufik, Apt dan Provinsi Kepri Bpk. Lupi Trilaksono, SF,MM,Apt.

PILOT PROJECT PIO DI RSUD BATU AJI

LATAR BELAKANG

Berdasarkan UU no. 8/1999 tentang perlindungan konsumen bahwa konsumen berhak atas informasi lengkap mengenai produk dan berhak untuk menuntut. Berdasarkan survey di lapangan sekitar 27 % informasi yang diberikan oleh dokter dapat diterima dengan baik oleh pasien. Untuk itu dibutuhkan peran penting dari Apoteker untuk melakukan Pelayanan Informasi Obat kepada pasien. Pelayanan Informasi Obat tujuannya untuk tercapainya penggunaan obat yang rasional sehingga mutu pelayanan yang berorientasi pada pasien dapat ditingkatkan.

Pelayanan Informasi Obat : Kegiatan individu yg dilatih secara khusus untuk memberikan informasi dan konsultasi secara akurat , tidak bias dan faktual bagi pasien dan keluarganya, Dokter, Apoteker, Perawat dan profesi kesehatan lainnya

TUJUAN :

  1. Meningkatkan keberhasilan terapi
  2. Memaksimalkan efek samping
  3. Meminimalkan resiko efek samping
  4. Meningkatkan efektivitas biaya (cost effectiveness)
  5. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi

Sumber Daya Manusia :

  1. Penanggung jawab : 1 orang Apoteker dibantu oleh Apoteker-apoteker yang lain di Instalasi Farmasi
  2. Sebaiknya Apoteker yang ahli dalam Pelayanan Informasi Obat
  3. Tergantung dari luas pelayanan, jam kerja dan dana yang tersedia

Sarana dan Prasarana untuk PIO

  1. satu ruangan khusus Pelayanan Informasi Obat
  2. satu meja besar untuk membaca
  3. rak-rak untuk menyimpan majalah, buku, katalog
  4. 1 set perangkat komputer + CD ROM
  5. + fasilitas internet
  6. telepon + faksimili
  7. Answering machine

Sumber Informasi :

  1. Sumber Literatur Primer : Jurmal, Majalah
  2. Sumber Literatur Sekunder : Abstrak-abstrak
  3. Sumber literatur tersier : Text book / hand book
  4. Brosur obat dalam kemasan obat
  5. brosur dari pabrik
  6. Depkes, BPOM, Industri Farmasi
  7. Sumber informasi dari internet

KEGIATAN PIO :

  1. Pelayanan
    • Menjawab pertanyaan : dari telpon, surat, fax, atau email
    • Menyebarkan informasi : leaflet, brosur, infofarmasi, Jurmal RS, Info mini
    • Membantu Tim Farmasi dan Terapi dalam penyusunan Formularium RS
    • Mengkoordinir kegiatan Apoteker di PKRS : semua Apoteker yang terlibat dan pemilihan materi penyuluhan
    • Sebagai educator di Klub Diabetes Mellitus
    • Mengkoordinir kegiatan konseling obat di Apotek Rawat Jalan dan Rawat Inap

  1. Pendidikan

Kegiatan continuitas kepada :

    • Apoteker
    • Asisten Apoteker
    • Perawat
    • Mahasiswa Farmasi yang sedang PKL (calon Apoteker dan DIII)

  1. Penelitian
    • Penelitian yang menunjang mutu pelayanan farmasi
    • Evaluasi penggunaan obat di Rumah sakit

DOKUMENTASI

  1. Sumber informasi : apabila ada pertanyaan yang sama
  2. Media pelatihan tenaga farmasi
  3. analisis dan evaluasi
  4. Quality assurance PIO :
    • Formulir PIO
    • Laporan-laporan

EVALUASI

  1. Menilai keberhasilan PIO
  2. harus ada indicator
  3. berdasarkan laporan/dokumentasi
  4. memberikan masukan kepada pimpinan untuk membuat kebijakan diwaktu yang akan dating


METODE UNTUK PELAKSANAAN PIO

  1. PIO dilayani oleh Apoteker selama 24 jamm atau on call disesuaikan dengan kondisi RS
  2. PIO dilayani oleh Apoteker pada jam kerja, sedangkan diluar jam kerja dilayani oleh Apoteker Instalasi Farmasi yang sedang tugas jaga
  3. PIO dilayani oleh Apoteker pada jam kerja dan tidak ada PIO diluar jam kerja
  4. Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua Apoteker Instalasi Farmasi baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja
  5. Tidak ada Apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua Apoteker Instalasi Farmasi di jam kerja dan tidak ada PIO diluar jam kerja


Untuk mendukung pelaksanaan PIO seorang Apoteker di tuntut :

  1. Meningkatkan pengetahuan pendukung konseling seperti : farmakologi, farmakoterapi, patofisiologi, psikologi pasien
  2. Meningkatkan kemampuan komunikasi
  3. Nilai-nilai pribadi : sabar, terbuka, ikhlas, rela membantu

Minggu, 27 Juli 2008

TOT (Training of Trainer) SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dan Sistem Dinamika Obat PBF

TOT ini dilaksanakan dalam rangka sosialisasi SIPNAP Dan Sistem Dinamika Obat PBF yang terbaru, yang diadakan pada tanggal 22-26 Juli 2008, bertempat di The Sun Hotel, Surabaya.

Sebagian besar waktu dihabiskan oleh para peserta untuk praktek dalam penggunaan /aplikasi software PBF dan SIPNAP.

Beberapa materi dan kebijakan-kebijakan disampaikan langsung oleh nara sumber, dimana yang paling ditekankan adalah pentingnya pengiriman data yang akurat dan tepat waktu karena data-data tersebut sangat dibutuhkan sebagai bahan dalam menganalisa/mengevaluasi pemakaian obat di masyarakat. Sedangkan khusus untuk laporan narkotika dan psikotropika juga akan digunakan sebagai acuan untuk estimasi kebutuhan obat narkotika tahun berikutnya yang akan dilaporkan juga ke INCB (International Narcotics Control Board).

Kegiatan ini juga sebagai salah satu sarana dalam mendukung tercapainya sasaran SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional). Adapun sasaran dan indikator dari terlaksananya SIKNAS ini adalah:

Uraian sasaran:

Pada akhir tahun 2009 telah tersedia & dimanfaatkan data & informasi kesehatan yang akurat, tepat & cepat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan bidang kesehatan di kabupaten/kota, provinsi, dan departemen kesehatan.

Indikator:

Telah terbentuk jaringan komputer online dari seluruh dinkes kabupaten/kota ke dinkes provinsi dan depkes yg dimanfaatkan utk komunikasi data & informasi secara terintegrasi dlm kerangka sistem informasi kes nasional (siknas).


Sistem Dinamika Obat PBF

Dengan sistem yang baru ini, PBF tidak perlu mengirimkan laporan berbentuk dokumen hardcopy, PBF cukup mengirimkan laporan dinamika/distribusi obat dalam bentuk file softcopy ke Dinas Kesehatan Provinsi. PBF diharuskan mengisi format excel yang akan diberikan, dimana format ini tidak boleh diganti/dirubah, sedangkan untuk pengisian kolom kode pbf dan kode obat disarankan untuk mengkopi dari file yang sudah ada agar tidak terjadi kesalahan penulisan. Sementara tanggung jawab Dinkes Provinsi adalah meng-import file dari PBF tersebut melalui software yang telah diinstall kemudian memproses dan mengirimkan kompilasi laporan tersebut dalam bentuk file .txt melalui email ke pusat.


Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP)

Sebenarnya sistem ini telah ada sebelumnya, tapi sekarang softwarenya telah di update lagi dan sistem pelaporannya juga berbeda. Kalau sebelumnya yang mengirimkan laporan ke pusat adalah pihak Dinkes Provinsi, tapi sekarang pihak Dinkes Kab/Kota yang langsung mengirimkan laporannya secara online. Sementara untuk datanya didapat dari unit pelayanan di masing-masing dinas dengan format yang berbeda karena format excel nya sendiri harus dibuat melalui software yang telah diinstall. Sedangkan tanggung jawab dari Dinkes Provinsi adalah memverifikasi laporan yang telah masuk dan memfollow up laporan-laporan yang belum masuk sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.