Selasa, 27 Mei 2008

RAKONTEK FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK TH 2008


Rakontek Bina Farmasi Komunitas dan Klinik tahun 2008 dilaksanakan di Cisarua Bogor - Jawa Barat pada tanggal 6 s/d 8 Mei 2008 dan dibuka oleh Ibu Dirjen Binfar Alkes Depkes RI, dan rapat ini dihadiri oleh wakil Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Instalasi Farmasi RS Se-Indonesia








PELAKSANAAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

Indikator Pelayanan Kefarmasian :
  • 60 % RSU Pemerintah melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
  • 50 % Apotek melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Dukungan Ditjen Bina Kesmas dalam meningkatkan Mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas


Untuk mendukung terwujudnya mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas, Apoteker/Asisten Apoteker diharapkan :

  • Mau dan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilakunya agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan masyarakat

  • Informasi obat yang diperlukan dapat tersosialisasi secara merata, sehingga tidak ditemukan lagi masalah yang terkait dengan kesalahan dalam pemakaian obat bagi masyarakat.

  • Lintas program pusat memfasilitasi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas melalui sinkronisasi kebijakan yang terkait dengan upaya yang ada di Puskesmas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.


KOMUNIKASI DAN ADVOKASI EFEKTIF



Komunikasi adalah proses penyampaian pesan, gagasan, informasi, dengan menggunakan lambang tertentu dari sender kepada receiver dengan harapan adanya pengaruh terhadap penerima pesan.



Ciri komunikasi yang efektif, adalah :

  1. Efisien : menyalurkan informasi pada orang yg tepat dan dalam waktu yg tepat

  2. Ekonomis : menyebarkan informasi dengan biaya yg minimal

  3. Adanya kejelasan yang dapat dirasakan oleh pendengarnya
Langkah-langkah advokasi effektif :


  • Menentukan target yang teridentifikasi

  • Menyuarakan apa yang menjadi perhatian lembaga sehingga menarik perhatian PK.

  • Melakukan pertemuan berkala dengan PK untuk membahas isu-isu kebijakan kunci dan menyediakan data hasil riset yang mendalam

  • Membangun hubungan komunikasi yang teratur dan menjalin kerjasama yang baik dengan Pemerintah

  • Melakukan advokasi baik yang bersifat proaktif maupun reaktif

  • Membantu stabilitas kebijakan/peraturan/hukum yang berkaitan dengan ruang lingkup lembaganya

  • Memantau pengaturan kebijakan untuk menjamin pelaksanaan yang adil, konsisten, dan tepat waktu
PILOT PROJECT PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTIK TAHUN 2008


  • Pilot project penerapan pelayanan kefarmasian di apotek pada 3 propinsi ( sumatera utara, diy & bali @ 10 apotek )
  • Penyusunan buku saku tentang penyakit malaria , patient safety dan pedoman home care
Langkah – langkah pelaksanaan Pilot Project :

DEPKES

1. Merencanakan kegiatan Pilot Projec

2. Menyediakan sarana penunjang, meliputi penyediaan buku dan Penunjang Pilot Project untuk Apotek, seperti :

  • ISO, MIMS (Umum, Interna, Dermatologi, Neurologi, Endokrin, Respiratori, Obgin
  • Buku dan CD terbitan Ditbinfarkomnik
  • Barang cetakan ( PMR / Pencatatan Pengobatan Pasien, Dokumentasi PIO, Survei Kepuasan Konsumen)

3. Menggerakkan pelaksanaan
4. Monitoring dan Evaluasi

5. Memberikan sertifikat

DINKES PROPINSI

  1. Menggerakkan pelaksanaan

  2. Pemantauan kegiatan yang dilakukan oleh Tim

  3. Pelaporan ke Depkes


TIM Dinkes Kab / Kota – PD ISFI

  1. Memilih 10 Apotek untuk dijadikan percontohan

  2. Menggerakkan pelaksanaan

  3. Memantau tugas-tugas apoteker di apotek

  4. Membuat peta / gambaran pelayanan kefarmasian apotek percontohan sebelum dan sesudah kegiatan

  5. Pelaporan ke Dinkes Propinsi
APOTEK


Apoteker di apotek bertugas :

  1. Melakukan pelayanan kefarmasian setiap jam buka pelayanan
  2. Melaksanakan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan :
  • Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ( Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004
  • Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek tahun 2008

Senin, 26 Mei 2008

RAKONTEKNIS PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALKES DAN PKRT

Rakonteknis Bina Produksi dan distribusi alat kesehatan diadakan di Batam, tanggal 21 – 23 Mei 2008 dengan agenda utama penyampaian Kebijakan Dit Bina Prodis Alkes dan Revisi Permenkes No.1184.

Kebijakan Direktorat Bina Produksi danDistribusi Alat Kesehatan

Ada 4 Grand Strategi dan 17 Sasaran Depkes untuk mencapai visi "masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat", namun yang menjadi tanggung jawab Ditjen bina kefarmasian dan Alkes antara lain:

  • Meningkatkan Sistem surveillance, monitoring dan informasi kesehatan.
  • Semua sediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan dan PKRT) memenuhi syarat.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain:

PUSAT :

  • Pelayanan Reguler
  • Revisi Permenkes 1184
  • Penyusunan Pedoman
  • Penyusunan Rancangan SNI
  • Sosialisasi pada industri untuk harmonisasi Alkes ASEAN
  • Peningkatan sistem pembinaan Alkes dalam rangka antisipasi globalisasi
  • Pembekalan SDM pusat dibidang data uji klinik Alkes
  • Peningkatan kemampuan SDM pd teknologi alkes dlm rangka pemberian izin edar
  • Monitoring dalam rangka binwasdal
  • Penilaian Alkes dan PKRT dlm rangka pemberian izin edar
  • Pemantauan dan Evaluasi kesesuaian label produk PKRT dipasaran

PUSAT & DAERAH :

  • Rapat Konsultasi Teknis di Batam
  • Analisa & Evaluasi kemampuan industri alkes dalam rangka harmonisasi Alkes di NTB
  • Pembahasan Perkembangan IPTEK dalam rangka Binwasdal Alkes dan PKRT di Bali
  • Workshop Implemantasi form pemeriksaan sarana produksi alkes & PKRT dlm rangka sertifikasi produksi di Surabaya


Dalam upaya tersebut juga dilakukan pengawasan terhadap Alkes dan PKRT yang dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah sesuai dengan ketentuan dan perencanaan yang ditetapkan.

Peraturan Pemerintah tentang pengawasan ini dapat di lihat/download dengan meng-klik link berikut: Peraturan Pemerintah RI No.72 Tahun 1998, Perpres No.94 Tahun 2007, dan SKB No.264A/Menkes/SKB/VII/2003.


Pengawasan ini bertujuan:

  • Melindungi masyarakat, dari peredaran produk yg tdk memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.
  • Meningkatkan kemampuan petugas dlm melaksanakan pengawasan
  • Pelaksanaan pengawasan Lebih sistematis & berlaku Seragam di seluruh Indonesia

Makanan, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan harus memenuhi persyaratan dari:

  • Standar system mutu
  • Standar komoditi

dengan indicator sbb:

  • 90% alat kesehatan yang beredar memenuhi persyaratan.
  • 60% iklan alat kesehatan memenuhi persyaratan.


Revisi PERMENKES No. 1184/MENKES/PER/X/2004

Tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

Permenkes No. 1184 dianggap perlu direvisi pada beberapa BAB (I, III, IV, V dan VII) sesuai dengan kondisi saat ini :

1. Globalisasi --> Harmonisasi regulasi alkes

  • Klas alkes --> 4 klas
  • Formulir pendaftaran --> CSDT
  • Quality System, Post Marketing Surveillance

2. Banyaknya penyalur, sub penyalur dan cabang yang tidak memenuhi persyaratan

3. Peningkatan Pengawasan

4. Penerapan Nasional Single Window

Rabu, 14 Mei 2008

RAKONTEKNIS DIREKTORAT BINA PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DEPKES RI

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Pemakaian obat rasional ialah penggunaan obat yang indikasinya sesuai dengan dosis dan lama pengobatan serta biaya paling ekonomis, walaupun terdengar sederhana, namun penerapannya ternyata tidak mudah.

Penggunaan obat yang tidak rasional dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari kesalahan peresepan, seperti kesalahan menulis, bentuk sediaan yang salah, dan perhitungan dosis yang salah. Polifarmasi juga merupakan problema yang kerapkali muncul dalam peresepan yang tidak rasional. Akibat penggunaan obat irasional antara lain, meningkatkan toksisitas, penurunan efektivitas pengobatan, menurunnya kepatuhan pasien untuk berobat dan pemborosan biaya.

Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional pada tanggal 21 April 2008 telah melakukan Rapat Konsultasi Teknis yang mengundang 33 perwakilan dari dinas kesehatan provinsi dan Komite Farmasi Terapi RS Provinsi/Kab/Kota Se-Indonesia. Pada acara ini dipaparkan mengenai kebijakan dan strategi terbaru untuk meningkatkan Penggunaan Obat Rasional di sarana kesehatan pemerintah baik di RS dan Puskesmas.
Terkait mengenai kebijakan penggunaan obat rasional, direktorat bina pengobatan rasional menerapkan prinsip dalam strategi penggunaan obat rasional yaitu:
1. Consumer’s oriented
2. Kemitraan/Partnership
3. Multidisiplin/kolaboratif/konsultatif/koordinatif

4. Pendekatan dengan sistem yang sama

Pada rapat konsultasi teknis ini, juga dibahas mengenai indikator-indikator kerja POR pada tahun 2008 yaitu antara lain;
  • 42 % Rumah sakit Provinsi menggunakan formularium RS yang direvisi secara berkala.
  • 50% Kab/Kota yang puskesmasnya telah melaksanakan penggunaan obat secara rasional (di 3 provinsi regional yang telah ditunjuk depkes)

Dengan indikator tersebut diharapkan kinerja pelaksanaan penggunaan obat rasional semakin meningkat dan untuk itu perlu dibuatkan program-program prioritas:

  • Penggerakan penggunaan obat rasional secara komprehensif
  • Promosi penggunaan obat rasional ke masyarakat
  • Sosialisasi dan advokasi
  • Revisi Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

Selasa, 13 Mei 2008

RAKONTEKNIS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN TH 2008

Rapat Konsultasi Teknis Direktorat Bina Obat Publik dan Alat Kesehatan Depkes RI merupakan agenda penting setiap tahunan sebagai forum untuk melakukan evaluasi kegiatan tahun lalu dan perencanaan tahun kedepan. Pada rapat ini dilaksanakan pada tanggl 14 s/d 16 April 2008 dan pada forum ini dibicarakan juga mengenai kebijakan-kebijakan terbaru mengenai obat dan perbekalan kesehatan. Rakontek ini dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri Bpk. Dr. Munzir Purba, MQIH bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Bpk. Dr. Mawardi Badar, MM dan dibuka oleh Direktur Bina Obat Publik dan Perbekkes Bpk. Drs. Purwadi, Apt, MM, ME.

Sasaran utama ke-7 dari Renstra Depkes adalah Di Setiap Desa Tersedia Cukup Obat Esensial dan Alat kesehatan Dasar. Dari Sasaran ini kemudian di turunkan menjadi sasaran program obat dan perbekalan kesehatan yaitu:
  • ketersediaan obat esensial-generik di sarana pelayanan kesehatan dengan capaian 95%
  • Anggaran obat esensial generik di sektor publik minimal Rp. 9.000,- Perkapita pertahun.

Mengenai sisi pendanaan, pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangannya diharapkan dapat menyediakan penganggaran obat sesuai dengan kebijakan depkes RI, antara lain depkes menyediakan obat program, obat bencana/KLB, Buffer Stock Provinsi/Kab/Kota sedangkan Pemerintah Kab/kota menyediakan penganggaran obat pelayanan kesehatan dasar rutinnya dan dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi melalui Buffer Stock Provinsi/Kab/Kota.

Sesuai dengan kebijakan nasional, pengelolaan obat seharusnya menerapkan "one gate policy" dimana pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Provinsi/Kab/Kota mengcover keseluruhan kegiatan yang menyangkut pengelolaan obat di program-program tertentu. Ada keutungan apabila obat dikelola dengan menerapkan "on gate policy" antara lain:

  1. Dikelola oleh tenaga terlatih (apoteker dan asisten apoteker).
  2. Disimpan dan dikelola di Instalasi Farmasi Provinsi/Kab/Kota.
  3. Fasilitas penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan dipusatkan di Kab/Kota.
  4. Pencatatan dan pelaporan dapat terlaksana dengan baik.
  5. Menghindari tumpang tindih dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
  6. Dapat mengoptimalkan tim perencanaan obat terpadu.

Dibutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak untuk menerapkan "one gate policy" dalam pengelolaan obat.

Fokus perhatian pada tahun 2009 adalah:

  1. Peningkatan anggaran obat.
  2. Efisiensi belanja obat.
  3. Jaminan ketersediaan obat di pelayanan kesehatan dasar.
  4. Perhatian terhadap daerah perbatasan, terpencil, dan daerah kepulauan.
  5. Jaminan ketersediaan oaat di setiap poskesdes.
  6. Kesiapan pengelolaan vaksin obat.