Sabtu, 30 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan 1429 H

Menurut penanggalan kalender Hijriah, 2 hari lagi adalah Bulan Ramadhan, bulan dimana umat muslim sedunia wajib menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.

Jadi pada hari ini segenap staff Dinas Provinsi Kepulauan Riau mengadakan acara pengajian dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan sekaligus memanfaatkan moment ini sebagai tempat untuk saling bermaaf-maafan semoga segala kesalahan, kealpaan, khilaf dan sakit hati yang pernah ada dapat termaafkan dan kita dapat berpuasa dengan kesucian hati.


"maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan..."

teringat ayat ini terus berulang di Ar-Rahman...
teringat kelemahan diri akan segala khilaf dan salah...
semoga Ramadhan ini membawa perbaikan, dan kesejukan...

seperti layaknya embun di pagi hari
berkilau tertimpa cahya mentari...
semoga di masa mendatang terus dianugrahi kebeningan hati...
seperti layaknya telaga Kautsar..

Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati serta keikhlasan dengan semua kekhilafan dan kelalaian yang pernah kami lakukan

baik secara langsung maupun lewat dunia maya,
Jauh didalam hati yang senantiasa didalam genggaman Allah,

Kami dari Farmamin Kepulauan Riau, mengucapkan
Marhaban Ya Ramadhan
Mohon
maaf lahir & bathin.

Senin, 25 Agustus 2008

Workshop Implementasi Form Pemeriksaan Sarana Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan KesehatanRumah Tangga

Surabaya, 19 s/d 22 Agustus 2008


Alat kesehatan dan PKRT beragam dari yang alat canggih yang biasanya digunakan oleh ahlo pelayanan kesehatan profesional hingga alat yang sederhana yang sering digunakan oleh masyarakat umum. Alkes dan PKRT memiliki peran penting dalam kualitas pelayanan kesehatan. Penggunaan Alkes dan PKRT yang tidak aman dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan pasien, pengguna dan masyarakat.

Dalam rangka peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia Petugas Pusat dan Provinsi Seluruh Indonesia dibidang Sertifikasi Produksi Alat Kesehatan (Alkes) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) maka dilakukan workshop implementasi form pemeriksaan sarana produksi alkes dan perbekkes.

Dasar Hukum yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan Sarana Produksi Alkes dan PKRT adalah sebagai berikut:

  1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
  2. Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
  3. Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.
  4. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
  5. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.
  6. 6. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.
  7. Keputusan Presiden No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
  8. Permenkes No. 96/Menkes/Per/V/1977 tentang Wadah, Pembukus, Penandaan serta Periklanan Kosalkes.
  9. Permenkes No. 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
  10. Kepmenkes No.200/Menkes/SK/II/1995 tentang Cara Produksi Alkes Steril Sekali Pakai yang Baik.
  11. Kepmenkes No. 1277/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
  12. Kepmenkes RI No. 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pengelolaan Pestisida.

Workshop dilakukan dengan menggunakan pengajar dari consultan manajemen mutu PT. Global Certification sebagai pengembang sistem manajemen mutu ISO 90001:2006, ISO 13485: 2003, OHAS 18001, HACCP, QS-9000, SQF 2000, IMS dan GMP di Indonesia.

Peserta diajarkan mengenai pedoman-pedoman Audit Manajemen Mutu pada sebuah perusahaan produksi alat kesehatan dan perusahaan PKRT sebagai dasar rekomendasi perpanjangan izin produksi alat kesehatan dan PKRT yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Peserta dipaparka mengenai dasar-dasar menjadi auditor manajemen mutu, mampu mengevaluasi form-form dan memberikan laporan observasi hasil temuan di sarana produksi alkes dan PKRT.

Audit merupakan proses sistematis, independen dan terdukumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan sejauh mana kriteria audit yang telah terpenuhi. Bukti audit adalah catatan, pernyataan fakta atau informasi lain yang relevan dengan kriteria audit dan dapat diverifikasi. Kriteria audit adalah kebijakan, prosedur atau persyaratan yang dipakai sebagai sebagai rujukan.

Peserta bersama dengan panitia berkesempatan belajar langsung mengaudit di beerapa sarana produksi alkes dan PKRT di perusahaan PT. Beirsdorf Indonesia, PT. Otsuka Indonesia dan PT. Walet Kencana Perkasa. Dengan berpedoman prinsip-prinsip audit sebagai berikut:

  1. Etika pelaksanaan audit yang profesional.
  2. Penyampaian audit yang jujur.
  3. Profesionalisme yaitu pelaksanaan audit dengan cermat dan adil.

Hasil audit audit dari masing-masing perusahaan dimasukkan kedalam form-form yang telah ditentukan dimana temuan-temuan dipaparkan ke pihak perusahaan untuk didiskusikan bersama.

Diharapkan pada saat revisi Permenkes No. 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga diterbitkan maka prosedur audit sarana produksi dan distribusi alkes telah dapat diimplementasikan di daerah, sebagai bentuk bimbingan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT.

Selasa, 12 Agustus 2008

PEMUTAKHIRAN DATA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

TAHUN ANGGARAN 2008

YOGYAKARTA, 7-9 Agustus 2008


Pembagian peran dalam pengelolaan data di Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang berperan dalam Clearence Centre data sedangkan Unit Utama memiliki peran strategis dalam hal input data dan informasi. Untuk Ditjen Binfar Alkes bertanggungjawab dalam hal input data kefarmasian dan alkes.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Ditjen Binfar dan Alkes melalui Sekretariat Ditjen melaksanakan kegiatan berkaitan dengan data dan informasi kefarmasian dan alat kesehatan dengan membuat jejaring dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan/Kota sebagai sumber data kefarmasian dan alat kesehatan.


Dalam rangka meningkatan validitas data/informasi kefarmasian dan alat kesehatan serata memperkecil adanya kesalahan yang timbul, maka perlu dilakukan pemutakhiran data secara berkala sehingga didapatkan data yang akurat. Data yang sudah diolah menjadi berbagai informasi tentunya dapat digunakan untuk mengambil keputusan dan advokasi kepada pihak-pihak yang terkait.


Adapun tujuan pemutakhiran data ini adalah:

  1. Meningkatkan accesibilitas dan sharing data dan informasi di setiap tingkatan administrasi kesehatan mulai dari Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes.
  2. Meningkatkan Kemampuan Pejabat dan staf pengelola data di setiap administrasi kesehatan dalam mengkompilasi dan mengakomodasi data secara akurat.
  3. Memudahkan penelusuran ulang (retrieving) untuk mengetahui perkembangan data/informasi yang terbaru dan cepat.

Acara ini dibuka oleh ibu Sesditjen Binfar Alkes Dra. Meinarwati, Apt, M.Kes., diawali laporan ketua panitia penyelenggara yang disampaikan oleh Bapak Heri Radison, SKM, MKM dan acaranya ini dihadiri oleh 33 perwakilan pengelola data seluruh Indonesia.



Adapun yang menjadi narasumber antara lain:

  1. Kepala Pusdatin Depkes RI
  2. Depkominfo RI
  3. Pakar Informasi Universitas Indonesia
  4. Pemaparan pengelolaan data oleh 3 provinsi yaitu Provinsi Kepri, Jawa Timur dan Sulawesi Utara.

Senin, 04 Agustus 2008

PERTEMUAN WORKSHOP LOGISTIK TB

DI PALEMBANG, SUMSEL 21-26 JULI 2008


Obat merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling nyata dan paling dirasakan oleh pasien yang berkunjung ditempat yang menyediakan fasilitas kesehatan. Untuk itu tidak boleh ada hambatan bagi pasien untuk mengakses obat yang dibutuhkan.

Penyakit TB merupakan penyakit kemiskinan, dan terkait dengan kesejahteraan masyarakat dan penyakit penyebab kematian yang menempati urutan kedua setelah HIV. Workshop Logistik TB ini mempertemukan Instalasi Farmasi dan P2PL yang merupakan dua komponen utama dalam hal pengadaan obat serta pendistribusian obat TB yang cukup dan dapat dionsumsi oleh pasien TB dari tingkat Provinsi hingga ke UPK.

Berbagai topik serta kebijakan yang dibahas dalam pertemuan yang dilaksanakan 6 hari ini. Sasaran utamanya adalah terbentuknya koordinasi antara pihak IF dan P2PL untuk Pengelolaan Obat Program khususnya obat TB. Serta mensosialisasikan Sistem Satu Pintu (One Gate Policy) di tingkat Provinsi, Kab/Kota.


Diperlukan sebuah system yang solit untuk membentuk kebijakan One Gate Policy ini. Komitmen untuk menjalankan misi ini harus disepakati bersama antara Instalasi Farmasi dan pihak Program. Koordinasi antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program di tiap tingkatan harus senantiasa dibangun agar komunikasi tetap terjalin. Kepercayaan diantara satu dan yang lain perlu dibina. Keterbukaan (transparansi) tentang segala sesuatu yang diupayakan agar segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya. Serta adanya kerja sama antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program.


SIKLUS PENGELOLAAN OBAT

Sistem pengelolaan obat program (TB) harus dibuat seperti hal nya pengelolaan obat buffer yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Dalam hal ini dibutuhkan koordinasi dari pihak program.

  1. Perencanaan
  2. Pengadaan
  3. Penyimpanan
  4. Distribusi
  5. Pencatatan pelaporan


KEUNTUNGAN ONE GATE POLICY

Dari hasil pertmuan sebelumnya di Bandung, telah dibuat modul logistik untuk obat TB (OAT) sehingga dapat disosialisasikan di setiap tingkatan sehingga sistem satu pintu ini dapat terlaksana. Berikut merupakan keuntungan One gate Policy :

    1. Obat dan Perbekkes dikelola oleh tenaga terlatih (Apoteker, Asisten Apoteker).
    2. Obat dan Perbekkes disimpan dan dikelola Instalasi Farmasi/ IFK.
    3. Fasilitas penyimpanan obat dan Perbekkes dipusatkan di Kab/Kota.
    4. Pencatatan & Pelaporan dapat terlaksana dengan baik.
    5. Menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan.
    6. Dapat mengoptimalkan tim perencanaan obat terpadu.
    7. Pemegang program lebih fokus pada surveilence sehingga terjadi peningkatan cakupan program.


SISTEM PERENCANAAN OBAT TERPADU

Langkah awal adalah perencanaan, dasar hukum :

  • Daftar obat dan harga yang diadakan oleh pemerintah bersumber APBN diatur melalui KEPMENKES No. 302 / Menkes / SK / III / 2008 Tanggal 26 Maret 2008 tentang Obat Generik.
  • Daftar Obat Generik dan harga yang dikelola oleh PT. Askes untuk pengobatan pasien Askes dan Jamkesmas.
  • Pemberian gratis Obat Anti Tuberkulosis (TB) dan Anti Retro Viral (HIV / AIDS) diatur melalui KEPMENKES No. 1190 / Menkes / SK / X / 2004 Tanggal 19 Oktober 2004.

PEMBENTUKAN TIM PERENCANAAN OBAT TERPADU

Dengan adanya tim perencanaan obat terpadu, diharapkan informasi yang akurat serta kerja sama antara pihak Instalasi Farmasi dan pihak Program.

  1. Perencanaan obat
  2. Ketersediaan obat di tingkat Kab/Kota
  3. Distribusi obat dari pusat hingga ke UPK
  4. Anggaran yang dibutuhkan (APBN/APBD, dll)
  5. Sistem pencatatan dan pelaporan
  6. Monitoring dan evaluasi
  7. Rencana tindak lanjut


HASIL KESEPAKATAN :

  1. Seluruh provinsi akan melaksanakan kebijakan pengelolaan obat satu pintu.
  2. Provinsi dan kabupaten/kota akan membentuk tim Perencanaan Obat Terpadu.
  3. Untuk melaksanakan kebijakan obat satu pintu akan dilakukan sosialisasi dan pelatihan bagi petugas pengelola obat (IF) dan pengelola program TB tingkat kabupaten/kota.
  4. Sistem distribusi OAT yang dipakai mengutakaman distribusi aktif dengan menggunakan jasa PT.POS sesuai dengan MOU PT.POS dengan Binfar, pada kondisi tertentu dapat dilakukan sistem distribusi pasif.
  5. Relokasi OAT antar UPK akan difasilitasi oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan antar Provinsi difasilitasi oleh Pusat, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  6. Untuk laporan stok OAT setiap triwulan akan menggunakan format TB 13 dari hasil Pelatihan TOT di Bandung.
  7. Kegiatan pencatatan, penerimaan, pengeluaran, penyimpanan, pengiriman dan pelaporan OAT dilakukan oleh Instalasi Farmasi Kab/Kota & Provinsi yang dikoordinasikan dengan Pengelolaan Program TB.
  8. Mekanisme pelaporan dilakukan oleh Instalasi Farmasi Kab/Kota ke Instalasi Provinsi dengan tembusan ke program TB Provinsi sebelum tanggal 10 bulan pertama triwulan berikutnya. Selanjutnya Instalasi Farmasi Provinsi melakukan rekapitulasi dan melaporkannya ke Binfar dengan tembusan ke Subdit TB sebelum tanggal 15 bulan pertama triwulan berikutnya.
  9. Supervisi, Monitoring dan Evaluasi OAT dilaksanakan berkoordinasi dengan program terkait dengan dana dari APBD I, APBD II, dekon, dan GF.
  10. Untuk memenuhi kekurangan OAT oleh daerah, perlu adanya surat edaran dari pusat ke masing-masing Provinsi, Kabupaten/Kota.
  11. Dalam pengadaan OAT expired date (tanggal kadaluarsa) minimal 18 bulan pada saat diterima di Kabupaten/Kota.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kebijakan Pengelolaan Sistem Satu Pintu (One gate Policy) perlu disosialisasikan dari mulai Pusat, Provinsi, Kab/Kota serta perlunya dukungan dari berbagai pihak, dan diadakan pelatihan pengelolaan logistik TB bagi wasor Kab/kota dan Pengelolaan Obat di Kab/Kota.

Perencanaan terpadu untuk pengadaan obat TB perlu dilakukan dengan membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu yang dimulai dari pusat, pihak Instalasi Farmasi dan pihak program di Provinsi, Kab/Kota dan pihak lain yang berkompeten.

Pencatatan dan pelaporan ketersediaan logistik OAT dan non OAT harus dilakukan berdasarkan waktu yang telah disepakati.

Diperlukan adanya 5 K untuk mencapai hasil yang maksimal :

  1. Komitmen
  2. Kepercayaan
  3. Keterbukaan
  4. Koordinasi
  5. Kerja sama

TOT PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjwb menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat, sedangkan misinya adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasinal dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat.


Pelayanan kefarmasian telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi dari perubahan orientasi tsb maka apoteker dan asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien.

Salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan farmasis adalah dengan melaksanakan kegiatan TOT (Training of Trainer) Pelayan Kefarmasian di Puskesmas, pada tanggal 1-3 Juli 2008 di Cisarua, yang diikuti oleh peserta wakil dari seluruh provinsi di Indonesia.


Materi TOT :

  • Pelayanan Kefarmasian
  • Pengelolaan Sumberdaya
  • Pelayanan Resep
  • PIO
  • Prosedur Tetap
  • Administrasi
  • Komunikasi

Setelah pelatihan ini diharapkan peserta dapat memberikan pelatihan kepada tenaga famasi lainnya yang ada di kabupaten/kota, sehingga pada akhirnya pelayanan kefarmasian di puskesmas dapat berjalan dengan baik dan derajat kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan.

Adapun kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas adalah masalah keterbatasan SDM dalam hal ini apoteker dan asisten apoteker, dan keterbatasan sumber dana. Diharapkan untuk ke depan, kendala-kendala ini dapat teratasi.