Selasa, 18 November 2008

PERS RELEASE HIMBAUAN AGAR APOTIK IKUT MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH MELALUI PENYEDIAAN OBAT GENERIK

Obat sebagai salah satu unsur yang penting dalam upaya kesehatan, mulai dari upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan pemulihan harus diusahakan agar selalu tersedia pada saat dibutuhkan.

Mengacu kepada kebijakan obat nasional (KONAS) Th 2006, yang mengamanatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar tercapai derajat masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk meningkatkan pemerataan penyebaran obat dan meningkatkan keterjangkauan oleh masyarakat, salah satu strategi yang ditempuh oleh Dep.Kes. adalah Pemasyarakatan Obat Generik Berlogo (OGB). OGB adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan International Non-propietery names (INN) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Untuk meningkatkan ketersediaan OGB baik jenis maupun produsen nya dari tahun 1989 terus meningkat.

Pada saat ini selain 4 BUMN telah diikut sertakan 27 industri farmasi yang memenuhi persyaratan telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memproduksi Obat Generik Berlogo. Untuk menjamin kontinuitas penyediaan bagi masyarakat telah dihimbau Apotik untuk dapat menyediakan Obat Generik Berlogo secara cukup jumlah dan jenisnya dan akan ditingkatkan lagi pada tahun yang akan datang.

Mengingat memasyarkatkan penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB) tidak dapat terlepas dari tenaga kesehatan lainnya, terutama penulis resep, dengan meresepkan obat generik berarti telah meringankan bagi pengobatan pasien. Apotik sebagai sarana kesehatan mempunyai tanggung jawab sosial juga untuk dapat meringankan pengobatan pasien dengan menyediakan obat generik yang dibutuhkan, walaupun penyediaan obat generik di apotik tidak diwajibkan seratus persen sesuai Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002 dimana disebutkan apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Kecuali bagi sarana kesehatan pemerintah seperti Rumah Sakit Pemerintah dan Puskemas yang wajib meresepkan dan menyediakan obat generik sesuai Daftar Obat Esensial Nasional yang berupa Obat Generik Berlogo.

Sampai tahun 2008 Obat Generik Berlogo sesuai dengan kepmenkes 302/Menkes/SK/III/2008 berjumlah 455 jenis. Dengan Jumlah Apotik di Provinsi Kepri sejumlah 125 buah, diharapkan ikut bersama-sama pemerintah mensukseskan memasyarakatkan penggunaan obat generik berlogo dengan menyediakannya di apotik dan melaporkannya ke dinkes kab/kota secara rutin dan semakin ditingkatkannya peresepan dengan penggunaan obat generik berlogo. Dan pasien dapat meminta kepada dokter agar dapat diresepkan obat generik berlogo sepanjang sesuai dengan pertimbangan medisnya.
EVALUASI KEGIATAN 2008 & RENCANA KEGIATAN 2009
SUB DIT FARMASI KOMUNITAS
DIREKTORAT BINA FARMASI KOMUNITAS DAN KLINIK
DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALKES
DEPKES RI
(BANDUNG, 13 – 15 NOVEMBER 2008)


KEGIATAN TAHUN 2008

= PILOT PROJECT PELAKSANAAN PELAYANAN KEFARMASIAN OLEH APOTEKER DI APOTEK (SUMATERA UTARA, DIY DAN BALI)

LATAR BELAKANG
1. Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian :
2. drug oriented à patient oriented
3. Belum optimalnya pelayanan kefarmasian di apotek
4. Indikator Dit. Binfarkomnik terkait 17 sasaran Depkes (sasaran 9) untuk Farmasi Komunitas tahun 2009, 50 % Apotek melaksanakan Pelayanan Informasi Obat ( PIO)

TUJUAN
Terlaksananya Pelayanan Kefarmasian oleh apoteker di apotek yang menjadi percontohan di wilayahnya

RUANG LINGKUP
Aktivitas Pelayanan Kefarmasian di Apotek percontohan :
1. Melakukan Skrining Resep :
4Kelengkapan Administratif
4Kesesuaian farmasetik
4Pertimbangan klinik
2. Menyusun PROTAP untuk setiap pelayanan kefarmasian
3. Melaksananakan Pelayanan Informasi Obat
4. Konseling terutama untuk pasien dengan pengobatan jangka panjang dan lanjut usia
4Pasif
4Aktif

5. Melakukan Swamedikasi
6. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
7. Melakukan Survei dan evaluasi Kepuasan Konsumen
8. Dokumentasi Pelayanan Kefarmasian

Kendala yang dihadapi
8 Motivasi Apoteker kurang

8 Materi pelatihan masih kurang dalam bentuk praktek
8 Belum optimalnya keterlibatan Dinkes Propinsi, Dinkes Kota dan PD ISFI dalam pembinaan kepada apotek percontohan

Saran dan harapan
1. Perlunya pembinaan yang optimal dari Dinkes Propinsi, Dinkes Kota dan PD ISFI dalam :
4Peningkatan motivasi apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di apotek percontohan
4Fasilitasi pertemuan secara berkala antara peserta pilot project
2. Perlu pemantauan dari Dinkes kota dalam pembuatan dan pengiriman laporan triwulan tentang perkebangan pelaksanaan pelayanan kefarmasian di apotek percontohan


= PENYUSUNAN BUKU SAKU TENTANG PENYAKIT MALARIA, PATIENT SAFETY DAN PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH (HOME PHARMACY CARE)

= PENYUSUNAN MODUL DAN PELAKSANAAN TOT PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

RENCANA KEGIATAN TAHUN 2009

1. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian oleh apoteker di apotek ( riau, kalbar, NTB)
8 RTD, pertemuan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

2. Pilot project pelaksanaan pelayanan kefarmasian di puskesmas
8 RTD, pertemuan di provinsi (jabar, jatim, sulsel), monitoring dan evaluasi.

3. Pengembangan software pelayanan informasi obat
8 Expert meeting, penyusunan data base, pengembangan software informasi obat.

4. Penyusunan buku saku pelayanan kefarmasian untuk pasien : kanker, epilepsi, vaksin dan imunisasi.

5. Penyusunan buku informasi obat yang membutuhkan perhatian khusus

Selasa, 04 November 2008

PERTEMUAN JEJARING PENGAWASAN PANGAN TERPADU
SE-PROVINSI RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
28 – 29 OKTOBER 2008

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru mempunyai wilayah kerja pengawasan yang meliputi seluruh wilayah provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau.

Pelaksanaan pengawasan produk pangan olahan di provinsi Riau dan provinsi Kepulauan Riau

Hasil pemeriksaan terhadap sarana produksi/distribusi, iklan, maupun label pangan yang dilakukan oleh BBPOM Pekanbaru selama tahun 2007 sampai dengan September 2008, masih terdapat beberapa item yang tidak memenuhi standard, seperti:

  • Distribusi pangan tanpa izin edar
  • Tidak memiliki izin produksi
  • Makanan yang kadaluarsa (expired)
  • Daging kaleng produk luar yang dilarang beredar
  • Kebersihan dan lingkungan produks yang kurang baik
  • Mencantumkan tulisan halal tanpa izin
  • Tidak memenuhi syarat label
Terhadap ketidaksesuaian ini telah dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan, peringatan, dilaporkan ke Badan POM untuk sarana/distribusi produk yang tidak sesuai, sedangkan untuk produk yang rusak/kadaluarsa telah dilakukan pengamanan/pemusnahan.

Selain itu juga ada beberapa kegiatan khusus tahun 2008, antara lain:
  1. Pengawasan terhadap Keju Mozarella tercemar Dioksin
    Dilakukan pemeriksaan terhadap 23 sarana distribusi pangan, tetapi
    tidak ditemukan produk Keju Mozarella yang diimpor/diproduksi dari Italia.
  2. Pengawasan terhadap Parsel lebaran
    Dari 121 sarana yang diperiksa terdapat 34 sarana yang menjual parsel. Dan dari 34 sarana tersebut ada 12 sarana yang tidak memenuhi standard yaitu pangan/produk yang tidak terdaftar. Sebagai tindak lanjut, pangan/produk yang tidak terdaftar tersebut telah dikeluarkan dari dalam parsel dan dimusnahkan.
  3. Pengawasan terhadap Produk China yang mengandung Melamin
    Untuk daerah Provinsi Riau tidak ditemukan produk China yang mengandung Melamin, tetapi untuk Provinsi Kepulauan Riau ditemukan pada sarana :
  • Oreo wafer sticks ML 827109002450 ktk/324 g, Diproduksi oleh Nabisco Food Co Ltd 51 Baiyu Road, Suzhou Industrial Park, Jiangsu, China
  • Oreo wafer sticks ML 227109001450 Bks/90 g, Diproduksi oleh Nabisco Food Co Ltd 51 Baiyu Road, Suzhou Industrial Park, Jiangsu, China

  • Dutch lady strawberry Btl/450 ml, Distributed in Singapore by : Friesland (S) Pte Ltd 61, Quality Road Singapore 618818

  • Dutch lady produksi Singapura
    Terhadap produk-produk ini telah dilakukan pengamanan ditempat untuk dimusnahkan.
Dari pertemuan ini dihasilkan beberapa kesepakatan, antara lain:

  • Perlu peningkatan koordinasi antar instansi terkait melalui jejaring pengawasan pangan terpadu tuntuk melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi syarat.

  • Perlu dibangun strategi dan program dalam jejaring pengawasan pangan terpadu yang mencakup inventarisasi dan implementasi peraturan perundang-undangan di bidang pangan serta sistem informasi yang dapat memfasilitasi pertukaran informasi produk pangan antar instansi terkait.

  • Perlu dibuat suatu kesepakatan (MoU) mengenai petunjuk pelaksanaan tentang koordinasi pengawasan dan penindakan terhadap peredaran produk pangan khususnya pangan impor illegal.

  • Untuk mengoperasionalkan jejaring pengawasan pangan, masing-masing instansi terkait perlu meningkatkan pemberdayaan tenaga-tenaga kab/kota yang terlatih (DFI, PKP dan KLB) dalam pelaksanaan program keamanan pangan di masing-masing daerah.

  • Komitmen dari pemerintah dalam penganggaran dana pengawasan keamanan pangan secara konsisten dan berkelanjutan merupakan hal penting untuk keberhasilan pelaksanaan program keamanan pangan.

Harapan kita, makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat aman, bersih dan sehat.