Jumat, 24 April 2009

PENERAPAN PEMBERDAYAAN NAKES UNTUK PENINGKATAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR) MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


















LATAR BELAKANG

  1. Penggunaan obat yang Rasional sangat penting untuk di Ketahui dan Dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan

  2. Tenaga Kesehatan Mempunyai Kemampuan Untuk Melakukan Atau Menjangkau Masyarakat Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Dalam Penentuan Obat Atau Pemilihan Obat Kepada Pasien Baik Di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), RS Dan Masyarakat.
  3. Pelatihan POR Yang Intensif Dapat Mendukung Keberhasilan POR di daerah.
  4. Direktorat Bina POR Melakukan Pelatihan di beberapa Propinsi.
  5. Propinsi Juga Sudah Melatih POR Untuk tenaga kesehatan Di Kabupaten/Kota.


TUJUAN

1. Intensifikasi Pelatihan POR Di Propinsi.
2. Intensifikasi Monitoring Dan Evaluasi Por.
3. Melaksanakan Promosi POR Propinsi/Kab/ Kota.
4. Melaksanakan Pemberdayaan Kepada Masyarakat Di Kabupaten/Kota.



KESIMPULAN

1. Dukungan Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kab/Kota sangat diharapkan.
2. Intensifikasi Pelatihan Nakes.
3. Meningkatkan Pemberdayaan masyarakat.
4. Terlaksananya program penggerakan POR

Minggu, 05 April 2009

RAPAT KONSULTASI TEKNIS

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

MELALUI PERCEPATAN PELAYANAN FARMASI KLINIK

DAN PENGGERAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

DITJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SOLO, 1-3 APRIL 2009


Tujuan Pelayanan Farmasi

  1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia
  2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
  3. Melaksanakan KIE mengenai obat
  4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan – aturan yang berlaku yang berlaku
  5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan
  6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan
  7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda

PERCEPATAN PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

Arah kebijakan ditjen binfar dan alkes :

Peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di RS dan komunitas à

Arah 1 : Peningkatan Kualitas Sarana Pelayanan Kefarmasian Sampai Tingkat Desa

Arah 5 : Penyelenggaraan Pelayanan Farmasi Yang Berkualitas Melalui Penerapan Jabatan Fungsional Apoteker Dan Asisten Apoteker Serta Pelaksanaan Pendidikan Berkelanjutan


Program dit bina farkomnik :

  1. Peningkatan peran daerah dalam rangka pengembangan pelayanan kefarmasian di RS dan komunitas
  2. Peningkatan profesionalisme tenaga farmasi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan keterampilan dan penegakan etika
  3. Regulasi,norma, standar dan pedoman
  4. Monitoring dan Evaluasi


Langkah – langkah :

  1. Peningkatan Kompetensi SDM
  2. Pelaksanaan Pilot Project Yanfarklin
  3. Kerjasama lintas sektor (perguruan tinggi, organisasi profesi dll)
  4. Pembuatan standar, pedoman dan buku saku
  5. Pengembangan software
  6. Advokasi/sosialisasi/fasilitasi
  7. Peningkatan sarana dan prasarana
  8. Monitoring dan evaluasi


STRATEGI PERCEPATAN PENGGERAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

Definisi POR :

Penggunaan obat dikatakan rasional bila:

  1. Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya
  2. Untuk periode waktu yang adekuat
  3. Dengan harga yang paling murah.


Tujuan program POR :

Tercapainya penggunaan obat secara rasional di seluruh institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta termasuk swamedikasi oleh masyarakat.


Indikator POR :

  • Peresepan Generik
  • Penggunaan OG:
  • di PKD sudah cukup
  • 63,86% di 10 RS Propinsi(tahun 2006)
  • Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik

  1. di PKD masih tinggi
  2. di RS baru penggunaan AB pada bedah bersih di 4 RS Propinsi (Pre Op 45,32%, Post Op 90,04%)

Ketaatan pada DOEN

Penggunaan obat

  1. di PKD sudah mengacu pada DOEN
  2. di RS belum sepenuhnya mengacu pada DOEN

Polifarmasi

Masih terdapat polifarmasi baik di PKD maupun di RS


Sumber daya manusia

  1. Pelatihan POR:

a.Tenaga Kesehatan Propinsi tidak seluruhnya menindaklanjuti ke Kab/Kota

b. Kurangnya dukungan dana dari pemda setempat untuk pelaksanaan POR

  1. Tenaga yang dilatih POR

Tenaga kesehatan yang dilatih sudah cukup tinggi tetapi pelaksanaan POR di daerah belum terlaksana secara optimal


Penggerakan POR

Penggerakan POR yang dilaksanakan adalah penyertaan wilayah/daerah dan lembaga/perorangan untuk melaksanakan POR bersama-sama dengan mengembangkan pelaksanaannya pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan maupun kepada masyarakat.

Untuk mewujudkan penerapan POR melalui beberapa strategi sehingga terbentuk jejaring POR (networking) dengan mengefektifkan sistem yang sudah ada baik di Pelayanan Kesehatan Dasar maupun di Rumah Sakit .


Strategi :

  • Regulasi, Kebijakan Aplikasi KONAS dan KOTRANAS Peresepan Generik Harga /label Generik SAS
  • Managerial, Tersusunnya buku Pedoman DOEN Formularium Managing Drug Supply Patient Care
  • Edukasi, Advokasi KIE Masyarakat Informasi Obat Pembekalan Nakes
  • Financial, Analisis Biaya Untuk Cost Effective(13 Propinsi) Pengembangan Konsep Pemberian Penghargaan


Langkah-langkah Kegiatan :

  • Pembentukan Tim Nasional dan Propinsi
  • Assesment masing-masing Propinsi
  • Menyusun Rencana Aksi
  • Monitoring dan Evaluasi


Perlunya melindungi masyarakat dari risiko penggunaan obat yang keliru

Pada dasarnya setiap dokter dapat secara selektif memilih obat yang di samping benar-benar dikuasai kandungan, aturan pakai, indikasi, dosis, efek samping dsb. Juga terbukti paling efficaious dan aman serta terjangkau oleh populasi. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila kita juga telah mempunyai data gambaran yang baik mengenai informasi terkini dari obat-obat tersebut, yang secara mudah dapat dilihat melalui berbagai situs internet yang relatif mudah diakses saat ini.

Beberapa hal berikut dapat digunakan sebagai bekal untuk menetapkan jenis peresepan yang baik dan menghindari risiko penggunaan obat yang tidak rasional.

  • Melakukan seleksi obat

Salah satu pedoman untuk menetapkan obat yang sebaiknya digunakan adalah sebagaimana yang dianjurkan oleh WHO (Department of Essensial Drugs and other Medicines, 2005)

  • Obat generik vs. brand name

Secara akademik dan medik, nama dagang tidak dapat digunakan sebagai acuan. Yang dijadikan acuan adalah nama generiknya. Hal ini tentunya untuk menghindari kebingungan dan kesalahan dalam pemilihan jenis obat. Oleh sebab itu, WHO secara teratur mengeluarkan International, nonproprietary name yang berisi daftar obat menurut nama generiknya, untuk keseragaman penamaan obat.

  • Bentuk sediaan yang beragam

Hampir setiap obat tersedia dalam bentuk sediaan yang beragam mulai dari tablet, suspensi, hingga injeksi (ampul atau flacon), yang masing-masing memiliki tujuan tertentu. Sebagai contoh untuk anak lebih banyak sediaan dalam bentuk sirup atau suspensi, sedangkan untuk dewasa umumnya tablet atau kapsul atau kaplet. Dalam keadaan demikian, perlu dipertimbangkan secara lebih seksama, sediaan mana yang lebih banyak akan memenuhi kebutuhan sebagian besar pasien, oleh karena konsumsi obat dalam sediaan yang beragam juga akan berdampak dalam harga dan ketaatan pasien untuk minum obat.