Kamis, 16 Desember 2010

Dibentuk, Satgas Pemberantasan Obat Palsu


Solo, Kompas - Badan Pengawas Obat dan Makanan akan meluncurkan Satuan Tugas Pemberantasan Obat dan Kosmetika Palsu dan Membahayakan pada Januari 2011. Satgas ini nantinya akan terdiri dari subkomite-subkomite yang akan menindaklanjuti temuan-temuan di lapangan, seperti subkomite obat palsu, subkomite obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat, serta subkomite kosmetika palsu dan mengandung bahan berbahaya.

Kepala BPOM Kustantinah mengatakan hal tersebut seusai Rapat Kerja Nasional BPOM 2010 di Solo, Jawa Tengah, Kamis (16/12). Kustantinah didampingi Sekretaris Utama BPOM M Hayati Amal, Deputi I BPOM Lucky S Slamet, Deputi II BPOM Ruslan Aspan, dan Deputi III BPOM Roy A Sparringa.

”Dengan adanya pembentukan satgas ini diharapkan dapat menyatukan langkah dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran obat dan kosmetik,” kata Kustantinah.

Satgas Pemberantasan Obat dan Kosmetika Palsu dan Membahayakan, menurut Lucky, selain akan berisi perwakilan dari BPOM juga polisi, jaksa, Badan Narkotika Nasional, dan lembaga swadaya masyarakat. Nantinya, anggota satgas secara rutin akan bertemu untuk membahas kasus-kasus yang terjadi. Setelah pembentukan satgas di pusat, akan dilanjutkan dengan pembentukan unit pelaksana teknis di daerah.

Diakui Kustantinah, selama ini sanksi pidana yang diberikan kepada pelanggar masih kurang memadai. Padahal, menurut dia, obat dan kosmetik palsu berisiko tinggi membahayakan kesehatan manusia.

Sanksi rendah

Selama ini penanganan kasus pelanggaran terhadap obat dan kosmetik menggunakan Undang-Undang Kesehatan yang hanya menetapkan sanksi denda rendah, maksimal Rp 2,5 juta, serta Ordonantie tahun 1949. Kustantinah berharap, rencana inisiasi Dewan Perwakilan Rakyat untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Obat dapat segera terlaksana.

Hasil pengawasan, keamanan, manfaat, dan mutu obat tradisional selama 2010 hingga November menemukan, dari 5.215 sampel yang diuji, sebanyak 1.294 produk obat tradisional tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, seperti mengandung bahan kimia obat (62 sampel). Selain itu, sebanyak 1.415 sampel juga tidak memenuhi persyaratan farmasetik.

Melalui sampling dan pengujian laboratorium atas obat, termasuk narkotika dan psikotropika yang beredar, ditemukan 0,99 persen tidak memenuhi syarat. Hal ini ditindaklanjuti dengan penarikan dari peredaran.

Hasil pengawasan terhadap produk kosmetik sampai akhir November 2010 terungkap, sebanyak 203 produk kosmetik tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan dari 6.213 sampel kosmetik yang diuji.

sumber : kompas.com

Rabu, 03 November 2010

UTAMAKAN OBAT YANG BERMUTU, AMAN, BERKHASIAT DAN TERJANGKAU

“Utamakan obat yang bermutu, aman, berkhasiat dan terjangkau”. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat Temu Media tentang Kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan RI, jum’at, 22 Oktober 2010, di Jakarta.

Menurut Menkes, untuk memenuhi hal tersebut diatas, maka dikeluarkan kebijakan obat melalui reposisi obat generik. Generik semula mengedepankan dengan harga murah, kini mengutamakan obat yang bermutu, aman, berkhasiat, dan harga terjangkau. Kebijakan obat generik diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.03.01/MENKES/146/1/2010 tentang Harga Obat Generik.

Untuk meningkatkan penggunaan obat generik di masyarakat, Menkes mengeluarkan kebijakan Permenkes Nomor 02.02/MENKES/068/1/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah. Penggunaan obat generik juga perlu dilakukan pengawasan dalam penggunaannya seperti dalam Kepmenkes Nomor HK.03.01/MENKES/159/1/2010 tentang Pedoman Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Perlu diperluas. Selain itu, kebijakan lain menetapkan formularium Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) berbasis obat generik.

Dengan upaya ini diharapkan masyarakat tidak lagi menilai obat generik sebagai obat kelas dua yang diragukan khasiatnya. Untuk ketersediaan obat generik di Instalasi farmasi Kabupaten/Kota di Indonesia, tahun 2010 cukup untuk 14,2 bulan. Dari segi pemakaiannya, tahun 2010 penggunaan obat generik di Rumah Sakit mencapai 57,8%, sementara di puskesmas sudah mencapai 96 persen lebih.

Kebijakan rasionalisasi obat generik tahun 2010 terdapat 106 jenis obat generik mengalami penurunan harga, dan 314 harganya tetap. Sedang 33 jenis obat harganya harus naik, salah satunya obat suntik karena tidak memungkinkan dengan harga murah.

PELAYANAN DASAR
Mengenai masalah pelayanan dasar, Menkes menjelaskan tahun 2010 fasilitas pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), Desa Siaga/Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) mengalami penambahan. Rumah Sakit sebanyak 152 unit di seluruh Indonesia, 194 Puskesmas, 377 pustu, 283 Poskesdes/Desa Siaga, dan 2.828 Posyandu. Rumah sakit Kab/Kota yang melaksanakan PONEK saat ini semakin meningkat yaitu sebanyak 358 rumah sakit (target 444).

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, saat ini jumlah dokter yang aktif di seluruh Indonesia 3.020, 904 dokter gigi, 86 dokter/dokter gigi spesialis, dan 28.968 bidan. Untuk pengangkatan tenaga kesehatan PTT tahun 2010 terdiri dari 3.254 dokter, 904 dokter gigi, 20 dokter/dokter gigi spesialis, dan 10.175 bidan. Pelatihan dokter khusus untuk memenuhi SDMK jangka menengah, saat ini dalam proses penyusunan kurikulum dan modulnya, dan tahun 2011 pelaksanaan pelatihan dengan rincian 30 spesialis anestesi, 30 spesialis anak, dan 30 spesialis obstetric gynecology (obgyn).

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS)
Menurut menkes, 56% dari jumlah penduduk Indonesia sudah memiliki Jaminan Kesehatan dan dari 56% ini hampir 60%nya itu adalah Jamkesmas. Peringkat kedua adalah Jamkesda, sisanya ada Jamsostek, Askes, asuransi swasta dan lainnya. Kabupaten/Kota yang telah menyelenggarakan Jamkesda sebanyak 250 Kab/Kota atau 51% dari seluruh Kab/Kota di Indonesia. Di sisi lain, terdapat 4 Propinsi yang menyatakan sudah Universal Coverage yaitu seluruh penduduknya telah mendapatkan jaminan kesehatan sesuai kemampuan daerahnya. Ke empat propinsi tersebut yakni Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, dan Nangroe Aceh Darussalam. Fasilitas kesehatan yang melayani Jamkesmas tahun 2010 mencapai 1002 terdiri dari 665 RS Pemerintah, dan 337 RS Swasta. Sedangkan alokasi anggaran untuk program Jamkesmas dari tahun 2005 sampai 2010 mengalami peningkatan, saat ini anggaran mencapai 5,1 Trilyun Rupiah.

ANGGARAN
Menyinggung masalah anggaran, Menkes mengatakan distribusi anggaran APBN Kemenkes 84% dipergunakan untuk kegiatan pembangunan di daerah dan sisanya untuk kegiatan pusat. Sedangkan alokasi anggaran sebagian besar digunakan untuk upaya kuratif (tahun 2010) karena alokasi Jamkesmas pada Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) sebesar 4,2 Trilyun rupiah.

PENCAPAIAN KEMENKES
Ditambahkan Menkes dalam paparannya, beberapa pencapaian telah berhasil dilakukan diantaranya mengenai penyakit menular seperti Tuberkulosis (TB), tahun 2010 Indonesia mengalami penurunan dalam peringkat di dunia (urutan ke-5). Angka prevalensi TB hampir mendekati target MDGs, sedangkan angka penemuan kasus, angka kematian TB, dan angka keberhasilan TB sudah mencapai target MDGs.

Kemudian tahun 2009-2011 Indonesia mengkampanyekan gerakan akselerasi imunisasi nasional, imunisasi campak dan polio.

Begitu pula angka kesakitan Malaria dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan. Hal ini didukung Upaya Pemeriksaan Sediaan Darah terhadap penderita klinis malaria yang ditemukan, menunjukan peningkatan menjadi 82% dalam kurun lima tahun terakhir. Situasi kasus demam berdarah tahun 2009 mengalami kenaikan jumlah kasus yang tajam dari 7598 pada bulan oktober 2009 menjadi 27.981 kasus pada bulan desember 2009 dan mulai menurun sejak januari 2010 yaitu sebesar 22.521 dan menjadi 421 kasus pada bulan agustus 2010. Penurunan kasus tersebut karena adanya upaya preventif dengan melibatkan masyarakat, pemerintah pusat dan daerah antara lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan upaya 3M plus.

Situasi penyakit menular lain seperti kasus HIV/AIDS juga mengalami penurunan dari 3863 kasus tahun 2009 menjadi 2753 tahun 2010. Layanan VCT juga meningkat menjadi 357 sampai tahun 2010. Selain itu, RS pemerintah yang menjadi rujukan untuk Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) tahun 2009 sebanyak 237 meningkat menjadi 266 tahun 2010. Ditambahkan Menkes, Program Cause of Death (COD) atau Registrasi Penyebab Kematian sudah 22 Propinsi, 31 Kab/Kota memberdayakan sistem yang terkait, tahun 2010 dilaksanakan di 15 kab/kota.

Sedangkan saintifikasi jamu, pengembangan klinik saintifikasi jamu di Jawa Tengah ada di 3 Kabupaten (Karang Anyar, Sragen, dan Kendal) dan pelatihan 30 dokter puskesmas penelitian berbasis pelayanan. Serta klinik jamu medik di 12 RS pendidikan.

sumber : kemenkes RI

Senin, 04 Oktober 2010

Pertemuan

EVALUASI IKLAN PRODUK ALKES DAN PKRT
DALAM RANGKA BINWASDAL

Medan, 23 - 25 September 2010


Pengawasan Iklan

Tujuan :

Melindungi masyarakat dari pengaruh yang merugikan akibat penanyangan iklan dan penandaan yang berlebihan atau menyesatkan atau tidak proporsional


Langkah Kegiatan

Tahap persiapan :

- Planning

- Pembentukan TIM

Tahap pelaksanaan:

- pembelian media cetak

- pengambilan media elektronik

Tahap Penilaian


Evaluasi

Media cetak : Telah dievaluasi iklan alkes dan PKRT di berbagai media cetak

Media elektronik : Telah dievaluasi iklan alkes dan PKRT di berbagai media Televisi



Beberapa masalah yang ditemukan pada saat evaluasi iklan, antara lain :


Pembersih

Masalah yang ada

Pemakaian kata Multipurpose

Menggunakan klaim yang seolah olah fungsinya sebagai terapi pengobatan

Mencantumkan klaim tanpa data pendukung

Membasmi kuman, membunuh virus, bebas kuman

Tidak sesuai dengan Penandaan yang telah disetujui


contoh :


Diterbitkan : Ayahbunda no. 13 tanggal 28 juni samapai 11 juli 2010

Kata-kata “ 100% food Grade Ingredients …..TMS

karena tidak semua bahan komposisinya terdiri

dari bahan yang Food grade hanya sebagian besar saja.

Kesimpulan : Tidak MS



PESTISIDA RUMAH TANGGA

Masalah

- Membasmi

- Ampuh

- Mati semua

- Aman

- Tidak Berbahaya

- Penggunaan pemeran anak-anak , ibu hamil

- Penggunaan kata Gratis

- Tidak sesuai dengan Penandaan yang telah disetujui

- Menggunakan kata-kata “Ramah Lingkungan”



Diterbitkan di Ayah Bunda No.01 tangga; 11-24 januari 2010

Pemeran : Anak anak ….TMS karena ijin yg diajukan bukan untuk anak anak tapi pemakaian dewasa

3 kali lebih efektif….MS karena mencantumkan Laboratorium yang menguji

Pertama * dibandingkan merek lain …TMS karena pembanding tidak jelas dibandingkan dengan merek apa



Kendala

Banyak iklan yang tidak sesuai dengan penandaan yang diijinkan

Cendrung saling mengikuti iklan yang salah tapi BOMBASTIS

Tidak semua media cetak mengiklankan alkes & PKRT, sehingga perlu selektif saat menentukan media cetak

Kurang SDM dalam mengevaluasi Iklan


Tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap :

  1. Evaluasi hasil laporan pengawasan
  2. Menentukan apakah diperlukan TL
  3. Menentukan sifat/jenis TL

Sifat TL

  • ringan
  • berat

Jenis TL :

- Peringatan tertulis

- Public warning

- Pemberian sanksi administratif

- Pengamanan/penarikan

- Sanksi pidana

Selasa, 07 September 2010

Idul Fitri 1431 H


Minggu, 15 Agustus 2010

Strategi Makan di Bulan Puasa

Puasa Ramadhan sebagai ibadah banyak manfaatnya bagi kesehatan. Supaya kedua tujuan itu dapat tercapai, perlu pengaturan pola makan secara khusus. Terutama mengatur asupan gizi saat berbuka dan sahur.

Selama berpuasa, pola makan akan berubah, karena hanya diperbolehkan makan saat pagi sebelum terbit fajar dan menjelang malam hari. Lambung dibiarkan kosong selama sekitar 13 jam. Umumnya, tubuh memerlukan waktu 3 - 5 hari untuk beradaptasi dengan pola makan yang baru ini.

Meski lambung kosong belasan jam, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tubuh akan tetap memiliki energi yang cukup untuk beraktivitas. Energi tersebut berasal dari cadangan energi berupa lemak yang tersimpan di bawah kulit, serta glikogen yang tersimpan di otot dan hati.

Dari aspek gizi, puasa paling tidak akan mengurangi asupan zat gizi, terutama energi, sekitar 20-30 persen. Namun dari aspek kesehatan, puasa ternyata memberi manfaat kesehatan terhadap tubuh. Bahkan di negara-negara maju, puasa dijadikan salah satu terapi (
fasting therapy) untuk penyembuhan beberapa penyakit degeneratif.

Hindari Es & Balas Dendam
Selama berpuasa terjadi perubahan pola makan dari tiga kali menjadi dua kali sehari, dengan jadwal juga berubah. Perubahan frekuensi makan ini akan menurunkan jumlah zat gizi yang masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, dalam seminggu pertama umumnya akan terjadi penurunan berat badan karena tubuh belum terbiasa dengan pola makan baru. Dalam minggu-minggu berikutnya tubuh dapat beradaptasi terhadap perubahan.

Puasa yang benar adalah yang memenuhi kaidah agama dan kesehatan. Antara lain tampak dalam perilaku makan dan minum pada saat buka dan sahur. Menyegerakan berbuka puasa saat adzan maghrib tiba, serta menunda sahur hingga mendekati waktu imsak, merupakan strategi puasa yang diajarkan Rasulullah SAW. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi dampak kelaparan berkepanjangan terhadap sistem metabolisme tubuh.

Pada saat berbuka sebaiknya tidak makan dan minum terlampau banyak sebagai tindakan “balas dendam”. Langsung makan makanan berat justru akan membebani kerja lambung yang sudah dibiarkan istirahat sekitar 13 jam. Untuk berbuka puasa umumnya kita memulai dengan makanan manis-manis, mengikuti sunah Nabi, dengan tujuan agar tubuh segera mendapatkan glukosa untuk menormalkan gula darah yang menurun selama 13 jam berpuasa.

Menu pembuka dapat berupa sirup manis, teh manis, aneka kolak, kurma, serta berbagai makanan jajanan. Makanan dan minuman manis sangat mudah dicerna sehingga segera mengembalikan kesegaran tubuh. Porsi energi saat berbuka sebaiknya sekitar 10-15 persen dari total kebutuhan energi sehari.
Hindari minum minuman dingin atau yang dicampur es saat berpuka. Es dapat menahan rasa lapar sehingga hidangan lain yang lebih bergizi tidak dapat disantap, akibatnya akan mengurangi asupan zat gizi yang sangat diperlukan tubuh untuk memulihkan stamina.

Makanan Lengkap, Karbohidrat Kompleks
Setelah melaksanakan shalat maghrib, sekitar 30 menit setelah awal berbuka, makan malam dapat dilakukan seperti biasa. Jenis makanan yang sebaiknya dikonsumsi adalah makanan lengkap yang mengandung karbohidrat kompleks. Perolehan energi yang disarankan adalah 30-35 persen dari total kebutuhan energi dalam sehari.

Seusai shalat tarawih hingga sebelum tidur (sekitar pukul 21.00), konsumsi pangan sumber karbohidrat, tetapi menghindari konsumsi pangan yang mengandung serat dan protein tinggi. Perolehan energi yang disarankan adalah 10-15 persen dari total kebutuhan energi dalam sehari.

Pada saat sahur tidak disarankan mengonsumsi makanan dan minuman secara berlebihan, dengan tujuan menabung makanan. Konsumsi berlebihan justru memperburuk kondisi tubuh di siang hari.

Makanan sumber karbohidrat kompleks (nasi, jagung, umbi) dan protein tinggi (susu, telur, ikan, daging merah, daging ayam, tahu atau tempe) dan makanan tinggi serat (sayuran dan buah-buahan) sangat baik untuk dikonsumsi sebagai penyedia energi jangka panjang. Perolehan energi yang disarankan adalah 40-45 persen dari total kebutuhan energi sehari.

Konsumsi Cairan dan Olahraga
Selama berpuasa, aturlah agar air yang diminum tetap sekitar 8 gelas per hari, seperti pada hari biasa. Caranya: minumlah 2 gelas pada saat berbuka, 4 gelas setelah shalat tarawih hingga menjelang tidur, 1 gelas saat bangun tidur untuk sahur, dan 1-2 gelas lagi setelah sahur menjelang imsak.

Minum air tidak selalu berarti air putih semata, tetapi dapat juga berupa minuman teh, susu, jus buah, koktil buah, bahkan kuah sayur juga termasuk dalam cairan yang dianjurkan untuk dikonsumsi.

Jika ada obat-obatan yang harus dikonsumsi, perlu dilakukan perubahan jadwal konsumsi. Obat-obatan yang biasanya diminum pagi hari bisa diubah ke waktu berbuka puasa, sedangkan dosis sore dipindahkan ke waktu makan sahur. Untuk yang gemar berolah raga, perhatikan jadwal yang tepat, agar tidak mempengaruhi kadar gula sewaktu berpuasa.

Alternatif waktu terbaik untuk olahraga bukan menjelang waktu berbuka, karena kondisi gula darah sudah mendekati ambang di bawah 60 mg/dl. Saat yang paling tepat dan lebih rasional untuk berolahraga adalah usai salat tarawih. Jenis olahraga sebaiknya yang ringan-ringan saja. @

Prof DR. Made Astawan
Ahli Teknologi Pangan dan Gizi IPB

sumber : kompas.com

Selasa, 10 Agustus 2010



Segagah apapun diri,
bukanlah pahlawan jika nafsu tak dapat dilawan.
Setinggi apapun derajat,
bukanlah mulia jika tak ada iman di dada.
Setinggi langitpun ilmu,
bukanlah bijaksana jika tak diamal dan diguna.
Sealim apapun akhlak,
bukanlah ulama jika takabur dan riyak.

Selamat menyambut Ramadhan 1431 H

Mohon Maaf Lahir dan Bathin


ttd,

Seksi Farmamin Dinas Kesehatan

Provinsi Kepulauan Riau


Kamis, 05 Agustus 2010

Jangan Sembarangan Buang Sisa Obat


Kamis, 5 Agustus 2010 | 18:01 WIB

Masyarakat dihimbau untuk tidak membuang sembarangan obat-obatan dan kemasannya yang sudah tidak terpakai lagi atau kedaluwarsa. Membuang obat atau kemasan yang masih utuh dapat membuka peluang bagi menjamurnya praktik obat palsu di masyarakat.

Pemerhati praktik obat palsu, Weddy Mallyan, dalam media forum Sanovi-Aventis di Jakarta, Kamis (5/8/2010), menyatakan sebagian masyarakat dan kalangan medis saat ini masih memperlakukan obat tidak sebagaimana semestinya. Obat dan kemasannya yang sudah tidak terpakai dibuang seenaknya seperti sampah. Padahal, obat dan kemasan ini berpotensi disalahgunakan.

Diutarakan Weddy, pemanfaatan sampah obat dan kemasannya adalah salah satu modus yang kerap dilakukan oknum pembuat obat palsu di Indonesia. Barang yang tidak terpakai ini biasanya diperoleh para oknum dari pengepul barang bekas atau kemasan obat-obatan.

"Sebaiknya obat-obat yang sudah tidak dipakai atau kemasan bekasnya tidak dibuang sembarangan. Dimusnahkan saja sehingga tidak mungkin dipakai lagi," ungkap Weddy yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan - BPOM RI .

Pemalsuan obat dengan memanfaatkan kemasan bekas, lanjut Weddy, hanyalah sebagian kecil dari modus yang dilakukan para pelaku. Praktik pemalsuan obat saat ini sudah sangat canggih dan dikategorikan sebagai kejahatan yang teroganisir, bahkan melibatkan jaringan internasional.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, prevalensi obat palsu di negara-negara berkembang mencapai 10 persen. Sedangkan, di negara-negara yang penegakkan hukumnya sudah terbilang maju hanya mencapai 1 persen saja. Nilai perdagangan obat palsu pada tahun ini diperkirakan naik 92 persen dalam lima tahun lalu yakni mencapai 75 juta dollar AS.

Definisi obat palsu berdasarkan Permenkes No.1010/menkes/Per/XI/2008 adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan atau produk obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang telah mendaftarkan izin edar.

"Obat palsu juga adalah salah satu jenis dari obat ilegal. Selain obat palsu, jenis obat yang dikategorikan ilegal adalah obat yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," terang Weddy.

Weddy menambahkan, jenis obat-obatan yang sering dipalsukan dan banyak beredar di pasaran adalah obat-obatan fast moving seperti golongan antibiotika, antiparasit, alagesik, antipiretik. Selain itu, jenis obat lain yang kerap dipalsukan adalah obat yang harganya mahal serta obat-obat lifestyleseperti obat impotensi, antikolesterol dan obat pelangsing.

sumber : kompas.com


Minggu, 20 Juni 2010

OBAT TRADISIONAL MASUK DALAM SISTEM PELAYANAN KESEHATAN FORMAL

Menkes mengatakan, upaya tersebut diharapkan dapat mengatasi multiple burden dalam pembangunan kesehatan akibat munculnya emerging dan reemerging disease, meningkatnya penyakit tidak menular, seperti penyakit degeneratif, kanker dan gangguan metabolisme, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mutu pelayanan kesehatan yang belumoptimal dan mahalnya harga obat karena 95% bahan baku masih harus import.

Menkes mengatakan, pemanfaatan jamu di sarana kesehatan masih merupakan tantangan bersama untuk diatasi dengan koordinasi dan kerjasama yang saling terbuka, equal dan tidak ego-sektoral. Berbagai institusi seperti departemen pertanian, BPPT, LIPI, Kem Ristek, Badan POM, Perguruan Tinggi dan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, Ikatan Apoteker indonesia (IAI) dan GP Jamu berperan serta untuk terlaksananya grand design dibentuknya sistem jamu nasional atau minimal integrasi jamu ke pelayanan kesehatan

Menkes berharap, dengan terbukanya peluang pemanfaatan jamu dalam pelayanan kesehatan, masyarakat kita akan lebih cepat mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu sehat untuk semua. Terlaksananya sistem litbang jamu berbasis pelayanan perlu didukung keterpaduan komitmen dan keterlibatan unit kerja lintas sektor, berbagai disiplin ilmu, organisasi seminat dan industri.

Menkes berharap. ILUNI FK dan FKUI bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mampu mengangkat jamu sebagai ikon “sehat bersama, demi dan untuk rakyat”. Sudah lama rakyat rindu akan kepeloporan para dokter, termasuk khususnya lulusan FKUI untuk memperjuangkan paradigma sehat bukan hanya paradigma sakit.

Seminar diikuti para alumni FKUI. Pembicara dalam seminar ini antara lain : Prof. Dr. dr. Agus Purwandianto, SpF, SH, Msi, DFM dari Balitbangkes dengan topik : Bermula dari terapi suportif : Integrasi saintifikasi jamu dan pelayanan kesehatan, Prof. Dr. Eddy Dharmana, Sp.Park dari FK UNDIP dengan topik : Herbal sebagai imunostimulan, dr. Ceva W Pitoyo, SpPD-KP dari Divisi Pulmonologi Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM dengan topik : Peningkatan daya tahan tubuh pada penderita tuberkulosis, Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo dari Pusat Studi Obat Bahan Alam FMIPA UI dengan topik : Standarisasi jamu dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, Drs. Ruslan Aspan, MM Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM RI dengan topik : Regulasi dan pengawasan obat tradisional di Indonesia, serta dari PT Sido Muncul Indonesia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , info@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , kontak@depkes.go.id

sumber : depkes

Kamis, 17 Juni 2010

Pertemuan

ADVOKASI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2010

14 – 16 JUNI 2010


Tujuan kegiatan ini dilaksanakan adalah untuk mengadvokasi dan memberi pemahaman perihal pentingnya pembiayaan obat dan perbekalan kesehatan yang baik sesuai dengan anggaran untuk obat esensial-generik di sektor publik setara dengan 1 USD perkapita/pertahun atau sebesar 2 USD sesuai rekomendasi WHO dan bagaimana manajemen pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu yang baik dan benar, sesuai dengan

RENSTRA KEMKES 2010-2014

Program : Kefarmasian dan Alkes

Kegiatan : Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan

Luaran : Meningkatnya ketersediaan obat essensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar

Indikator pencapaian luaran tahun 2014 :

1. Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%

2. Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau

3. Ketersediaan obat perkapita pertahun di sarana PKD sebesar Rp. 18.000/kapita.

4. Persentase IFK sesuai standar sebesar 80%

Pada kesempatan ini ada beberapa materi yang disampaikan, antara lain:

1. Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI khususnya terkait penyediaan pembiayaan obat dan perbekalan kesehatan, oleh Bpk. Drs. Purwadi, Apt., MM.ME. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI.

2. Arah dan Kebijakan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan kemkes RI khususnya teknis penyediaan dan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan, oleh Dra.Ratna Nirwani,Apt.MM, Kasubdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

3. Pemaparan manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan, oleh Dra. Mindarwati, Apt., Staf Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

4. Pemaparan Kebijakan program obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt., Kasie Farmamin Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.

5. Pemaparan Profil Kefarmasian dan Pengelolaan Obat di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt., Kasie Farmamin Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.

6. Pemaparan pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Heriyanto, Panitia Pengadaan Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.

Peserta pada pertemuan ini adalah :

· Kasie Farmamin Dinkes Kab/Kota

· Pengelola Instalasi Farmasi Dinkes Kab/Kota

· DPRD Provinsi dan Kab/Kota

· Inspektorat Provinsi dan Kab/Kota

· Bappeda Provinsi dan Kab/Kota

Dengan terselenggaranya Pertemuan Advokasi Manajemen Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi Kepri, diharapkan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di Kab/Kota dapat berjalan lebih baik dan tetap mengacu pada pedoman perundangan-undangan bidang kefarmasian yang berlaku, sehingga kendala-kendala di lapangan dapat diminimalisir.

Kesepakatan/Komitmen Peserta

Ø Setiap kab/kota di Provinsi Kepri wajib menyediakan Obat dan Perbekkes minimum US $ 2.00 perkapita pada tahun 2014.

Ø Dinas Kesehatan Provinsi dan Kemkes wajib menyediakan Buffer stock Obat dan Perbekkes termasuk obat program untuk kab/kota.

Ø Setiap kab/kota di Provinsi Kepri wajib menyediakan dana operasional Instalasi Farmasi, disesuaikan dengan kebutuhan Instalasi Farmasi di masing-masing daerah.

Ø Setiap Instalasi Farmasi di kab/kota di Provinsi Kepri wajib menjadi UPTD pada tahun 2012.

Ø Setiap Kab/kota wajib menyediakan dana supervisi Instalasi Farmasi ke Puskesmas.

Ø Setiap kab/kota wajib menempatkan tenaga kefarmasian di Puskesmas sampai tahun 2014.