Menkes mengatakan, upaya tersebut diharapkan dapat mengatasi multiple burden dalam pembangunan kesehatan akibat munculnya emerging dan reemerging disease, meningkatnya penyakit tidak menular, seperti penyakit degeneratif, kanker dan gangguan metabolisme, masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mutu pelayanan kesehatan yang belumoptimal dan mahalnya harga obat karena 95% bahan baku masih harus import.
Menkes mengatakan, pemanfaatan jamu di sarana kesehatan masih merupakan tantangan bersama untuk diatasi dengan koordinasi dan kerjasama yang saling terbuka, equal dan tidak ego-sektoral. Berbagai institusi seperti departemen pertanian, BPPT, LIPI, Kem Ristek, Badan POM, Perguruan Tinggi dan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, Ikatan Apoteker indonesia (IAI) dan GP Jamu berperan serta untuk terlaksananya grand design dibentuknya sistem jamu nasional atau minimal integrasi jamu ke pelayanan kesehatan
Menkes berharap, dengan terbukanya peluang pemanfaatan jamu dalam pelayanan kesehatan, masyarakat kita akan lebih cepat mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu sehat untuk semua. Terlaksananya sistem litbang jamu berbasis pelayanan perlu didukung keterpaduan komitmen dan keterlibatan unit kerja lintas sektor, berbagai disiplin ilmu, organisasi seminat dan industri.
Menkes berharap. ILUNI FK dan FKUI bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mampu mengangkat jamu sebagai ikon “sehat bersama, demi dan untuk rakyat”. Sudah lama rakyat rindu akan kepeloporan para dokter, termasuk khususnya lulusan FKUI untuk memperjuangkan paradigma sehat bukan hanya paradigma sakit.
Seminar diikuti para alumni FKUI. Pembicara dalam seminar ini antara lain : Prof. Dr. dr. Agus Purwandianto, SpF, SH, Msi, DFM dari Balitbangkes dengan topik : Bermula dari terapi suportif : Integrasi saintifikasi jamu dan pelayanan kesehatan, Prof. Dr. Eddy Dharmana, Sp.Park dari FK UNDIP dengan topik : Herbal sebagai imunostimulan, dr. Ceva W Pitoyo, SpPD-KP dari Divisi Pulmonologi Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM dengan topik : Peningkatan daya tahan tubuh pada penderita tuberkulosis, Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo dari Pusat Studi Obat Bahan Alam FMIPA UI dengan topik : Standarisasi jamu dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, Drs. Ruslan Aspan, MM Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM RI dengan topik : Regulasi dan pengawasan obat tradisional di Indonesia, serta dari PT Sido Muncul Indonesia.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , info@depkes.go.idThis e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it , kontak@depkes.go.id
ADVOKASI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2010
14 – 16 JUNI 2010
Tujuan kegiatanini dilaksanakan adalah untuk mengadvokasi dan memberi pemahaman perihal pentingnya pembiayaan obat dan perbekalan kesehatan yang baik sesuai dengan anggaran untuk obat esensial-generik di sektor publik setara dengan 1 USD perkapita/pertahun atau sebesar 2 USD sesuai rekomendasi WHO dan bagaimana manajemen pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan secara terpadu yang baik dan benar, sesuai dengan
RENSTRA KEMKES 2010-2014
Program :Kefarmasian dan Alkes
Kegiatan :Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan
Luaran:Meningkatnya ketersediaan obat essensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar
Indikator pencapaian luaran tahun 2014 :
1.Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%
2.Persentase obat yang memenuhi standar, cukup dan terjangkau
3.Ketersediaan obat perkapita pertahun di sarana PKD sebesarRp. 18.000/kapita.
4.Persentase IFK sesuai standar sebesar 80%
Pada kesempatan ini ada beberapa materi yang disampaikan, antara lain:
1.Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI khususnya terkait penyediaan pembiayaan obat dan perbekalan kesehatan, oleh Bpk. Drs. Purwadi, Apt., MM.ME.Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes RI.
2.Arah dan Kebijakan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan kemkes RI khususnya teknis penyediaan dan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan, oleh Dra.Ratna Nirwani,Apt.MM, Kasubdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
3.Pemaparan manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan, oleh Dra. Mindarwati, Apt., Staf Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
4.Pemaparan Kebijakan program obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt., Kasie Farmamin Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.
5.Pemaparan Profil Kefarmasian dan Pengelolaan Obat di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Lupi Trilaksono, SF, MM, Apt., Kasie Farmamin Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.
6.Pemaparan pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Provinsi Kepri, oleh Bpk. Heriyanto, Panitia Pengadaan Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau.
Peserta pada pertemuan ini adalah :
·Kasie Farmamin Dinkes Kab/Kota
·Pengelola Instalasi Farmasi Dinkes Kab/Kota
·DPRD Provinsi dan Kab/Kota
·Inspektorat Provinsi dan Kab/Kota
·Bappeda Provinsi dan Kab/Kota
Dengan terselenggaranya Pertemuan Advokasi Manajemen Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi Kepri, diharapkan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di Kab/Kota dapat berjalan lebih baik dan tetap mengacu pada pedoman perundangan-undangan bidang kefarmasian yang berlaku, sehingga kendala-kendala di lapangan dapat diminimalisir.
Kesepakatan/Komitmen Peserta
ØSetiap kab/kota di Provinsi Kepri wajib menyediakan Obat dan Perbekkes minimum US $ 2.00 perkapita pada tahun 2014.
ØDinas Kesehatan Provinsi dan Kemkes wajib menyediakan Buffer stock Obat dan Perbekkes termasuk obat program untuk kab/kota.
ØSetiap kab/kota di Provinsi Kepri wajib menyediakan dana operasional Instalasi Farmasi, disesuaikan dengan kebutuhan Instalasi Farmasi di masing-masing daerah.
ØSetiap Instalasi Farmasidi kab/kota di Provinsi Kepri wajib menjadi UPTD pada tahun 2012.
ØSetiap Kab/kota wajib menyediakan dana supervisi Instalasi Farmasi ke Puskesmas.
ØSetiap kab/kota wajib menempatkan tenaga kefarmasian di Puskesmas sampai tahun 2014.
Peningkatan pemberian resep obat generik belum bermakna sejak diterapkannya peraturan yang mewajibkan pemberian resep obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah pada awal 2010.
"Evaluasi belum selesai. Tapi menurut gambaran sementara yang diperoleh dari pendataan peresepan obat generik di rumah sakit pada bulan Januari-April, belum terlihat peningkatan yang bermakna," kata Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty.
Menurut Sri, tingkat peresepan obat generik di rumah sakit yang rata-rata 65 persen pada Januari hanya naik sekitar satu persen setiap bulannya. Hal itu didasari pada hasil evaluasi sementara berdasarkan penerapan peraturan yang dilakukan di 45 rumah sakit yang ada di 33 kabupaten/kota di 33 provinsi.
"Penyebabnya ada beberapa, antara lain sosialisasi yang belum merata mengenai peraturan tersebut sehingga belum semua dokter mengetahuinya. Selain itu, beberapa obat generik juga dilaporkan kosong di pasaran. Misalnya obat antibiotik injeksi Diazepam," katanya.Ia mengatakan, pemerintah akan menuntaskan evaluasi penerapan peraturan tentang peresepan dan distribusi obat generik akhir Juni. Jika perlu, maka harus ada perbaikan untuk meningkatkan peresepan obat generik pada fasilitas kesehatan milik pemerintah menjadi 80 persen sampai 90 persen.
"Akan kita lihat. Kalau memang perlu diperbaiki, akan diperbaiki. Yang jelas, pemerintah mengupayakan harga obat generik yang rasional dan bisa dijangkau masyarakat serta tidak merugikan industri yang memproduksinya," kata Sri.Sejak awal 2010, pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 068 tahun 2010 yang mewajibkan dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis.
Pemerintah juga menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 146 Tahun 2010 yang berisi penetapan harga 453 obat generik dan aturan penambahan biaya distribusi obat generik ke harga obat pada wilayah tertentu.Penerbitan peraturan baru tentang peresepan dan distribusi obat generik itu ditujukan untuk menggalakkan penggunaan obat generik dalam pelayanan kesehatan publik yang selama ini dinilai masih rendah. Penggunaan obat generik mengalami penurunan bermakna dalam beberapa tahun terakhir.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, pasar obat generik turun dari Rp 2,525 triliun (10 persen dari pasar obat nasional) menjadi Rp 2,372 triliun (7,2 persen dari pasar obat nasional).Padahal, pasar obat nasional meningkat dari Rp 23,590 triliun pada 2005 menjadi Rp 32,938 triliun tahun 2009.
Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan juga baru mencapai 69,74 persen dari target 95 persen.Tingkat peresepan obat generik di rumah sakit umum juga masih 66 persen, sedangkan di rumah sakit swasta dan apotek hanya 49 persen.
Rapat ini diselenggarakan sebagai forum untuk melakukan evaluasi kegiatan tahun lalu dan strategi /perencanaan tahun kedepan, sertapenyampaian Kebijakan Direktorat Bina Produksi & Distribusi Alat kesehatan setelah Revisi Permenkes No.1184, yg pada kesempatan ini disampaikan langsung oleh Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Bpk. Drs. T.Bahdar J.Hamid, Apt, M.Pharm,
Tujuan pengamanan alat kesehatan adalah tersedianya dan terjangkaunya alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat untuk membuat rakyat sehat. Dengan indicator capaian pada tahun 2014 adalah:
1.65 % Sarana produksi alkes & PKRT yang memenuhi syarat CPAKB/CPPKRT
3.80 % produk alkes & PKRT yang beredar memenuhi persyaratan mutu, manfaat & keamanan
Untuk tercapainya indicator tersebut harus mendapatkan dukungan dari stake holder antara lain:
1.Pengguna
2.Penyalur
3.Produsen
4.Pemerintah pusat dan daerah
Tantangan kedepan di bidang alat kesehatan dan Perbekalan kesehatan semakin berat, apabila dianalisis ancaman dan peluang adalah sebagai berikut:
Ancaman:
1.AFTA
2.IPTEK
3.Tidak semua provinsi memiliki SOTK dibidang farmasi
4.Kurangnya partisipasi swasta
5.Geografis
Peluang:
1.Kerjasama pusat/daerah dan lintas sektoral
2.Kerjasama antar negara
3.Perkembangan teknologi informasi
4.Harmonisasi regulasi/standar
Regulasi di bidang alat kesehatan harus tetap disesuaikan dengan perkembangan teknologi kesehatan, dengan demikian dirasakan perlunya revisi Kepmenkes 1884 th 2004 tentang pengamanan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga, dengan tujuan untuk kepentingan keselamatan pasien dengan alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat/performance, menjawab tantangan AFTA/gobalisasi danbentuk amanat dari PP 38.
REFORMASI KEFARMASIAAN DAN ALKES (STRATEGY)
oPeningkatan pengawasan Premarket
·Sertifikat produk
·Izin penyalur
·Registrasi
oPeningkatan pengawasan PMS
oPemantapan peran PPWS
oPenyempurnaan sistem survailance untuk pemetaan penyebaran resiko
oIntensifikasi pemenuhan standar dan persyaratan Penguatan sistem laboratorium
Untuk mencapai tujuan dari pengamanan alat kesehatan, ada beberapa pedoman dari DIT. BINA PRODIS ALKES, antara lain:
1.Pedoman pelayanan pengelolaan pengawasan iklan alkes dan PKRT
2.Pedoman sertifikasi penyuluhan perusahaan rumah tangga alkes dan PKRT
3.Pedoman izin sub dan cabang penyalur alkes
4.Pedoman izin penyalur alat kesehatan
5.Pedoman teknis pelaksanaan sampling alkes dan PKRT
6.Pedoman pengawasan alkes dan PKRT
7.Pedoman sertifikasi produksi alkes dan PKRT (kelas B & C)Pedoman Pelayanan perizinan toko alat kesehatan